Sepanjang pertengahan Tahun 2019 hingga awal Tahun 2020, kembali berhembus wacana untuk mengubah status Universitas Andalas (Unand) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Dalam beberapa bulan terakhir telah dilakukan audiensi dengan pembahasan hal-hal yang menyangkut PTN-BH antara mahasiswa dengan pihak rektorat Unand dan panitia persiapan PTN-BH. Walau telah dilakukan audiensi secara terbuka, kebanyakan mahasiswa Universitas Andalas masih belum banyak yang mengetahui tentang apa itu PTN-BH.
Sederhananya, PTN-BH merupakan perguruan tinggi yang didirikan oleh pemerintah (perguruan tinggi negeri) namun berstatus sebagai badan hukum publik yang bersifat otonom. Sehingga PTN-BH memiliki otonomi penuh dalam mengatur anggaran rumah tangga dan keuangan perguruan tinggi tersebut. Dengan status PTN-BH, kampus tidak lagi menerima kucuran dana dari Pemerintah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal tersebut mereduksi peran dan tanggung jawab pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan sebatas fasilitator saja.
Lalu bagaimana kampus dapat bertahan dan tetap beraktivitas tanpa adanya anggaran dana dari pemerintah?. Dalam penyelenggaraan pendidikan PTN-BH memberikan beberapa solusi berupa sumber keuangan lain yang dapat digunakan oleh perguruan tinggi. Pertama, melalui Investasi. Ketika berstatus PTN-BH, perguruan tinggi akan mencari investor dari pihak ketiga seperti sektor swasta. Kampus akan membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi pihak swasta untuk berinvestasi di lingkungan kampus.
Universitas Andalas secara geografis dan demografis menjadi tempat yang menguntungkan bagi pihak swasta untuk berinvestasi dengan menjadikan mahasiswa sebagai target pasar dan konsumen. Ini tentu sangat menggiurkan. Jangan heran pada saat Unand berubah status menjadi PTN-BH, akan didapati restoran cepat saji, franchise coffeshop ataupun investasi sektor lainnya yang tersedia di lingkungan universitas. Kampus kemudian menjelma jadi pasar.
Kedua, Mahasiswa dalam kampus PTN-BH selain menjadi target konsumen sekaligus dijadikan sebagai komoditas. Ironis. Dengan otoritas dan otonomi penuh yang dimiliki, kampus mempunyai kekuasaan dan keleluasaan untuk menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa yang dijadikan sebagai sumber pembiayaan operasional unversitas. PTN-BH menjadikan perguruan tinggi tidak ubahnya seperti kampus swasta dalam hal pengelolaan. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai swastanisasi kampus negeri.
Upaya swastanisasi ini merupakan manifestasi kegagalan pemerintah/negara dalam menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pelayanan publik. Sehingga fungsi tersebut harus diambil alih oleh sektor swasta (privat) dengan memperkecil peran negara/pemerintahan.
Pendidikan seharusnya menjadi skala prioritas oleh pemerintah dengan segala permasalahan yang terjadi di negara ini. Sayangnya, pemerintah lebih senang menghabiskan anggaran negara untuk membeli alat utama sistem pertahanan (alutsista), daripada memenuhi pendidikan yang baik bagi masyarakatnya.
Terlihat jelas bahwa PTN-BH kemudian menjadi upaya untuk mengkomersialisasikan pendidikan. Pada kampus dengan status PTN-BH akan terjadi pergeseran nilai dan orientasi dari kampus yang mulanya sebagai sarana bagi mahasiswa untuk mendapatkan pendidikan yang baik, berubah menjadi kepentingan ekonomi (pasar) atau profit yang menjadikan mahasiswa sebagai komoditas dan konsumen sekaligus. PTN-BH mengubah kampus menjadi pabrik pencetak sumber daya manusia yang siap dipekerjakan sesuai dengan permintaan dan kebutuhan pasar. Komersialisasi pendidikan akan mencabut pendidikan tersebut dari akarnya dan menghilangkan substansi pendidikan tersebut.
Apakah hanya mahasiswa yang terkena dampak dari PTN-BH? Tentu saja tidak, banyak pihak yang akan merasakan dampak dari PTN-BH, mulai dari amak-amak yang berjualan di lingkungan gedung kuliah perlahan akan digusur karena masuknya investor swasta, pegawai-pegawai ataupun tenaga kependidikan yang tidak lagi produktif akan dengan mudah dibuang, dan kampus akan mudah membuka atau menutup jurusan sesuai dengan selera pasar.
Perguruan tinggi dengan status PTN-BH tidak lagi dapat dipandang sebagai sarana pendidikan yang mampu menciptakan ide-ide melalui ruang-ruang dialog di setiap sudut kampusnya. Tidak ada lagi pendidikan yang mendidik, tidak lagi pendidikan yang mencerdaskan, tidak lagi pendidikan yang membebaskan.
Kampus tidak lebih hanya seperti pasar, di mana yang tercipta hanyalah hubungan transaksional antara penjual dan pembeli.
Perlawanan yang nyata harus dilakukan untuk dapat menghentikan laju Unand untuk menjadi PTN-BH. Sejauh ini telah beberapa kali dilakukan aksi, gerakan, bahkan judicial review untuk melawan PTN-BH. Tetapi hal tersebut tidak pernah cukup dikarenakan hal ini belum menjadi masalah bersama dengan minimnya informasi mengenai PTN-BH di kalangan mahasiswa. Karena sebaik-baiknya pergerakan adalah gerakan penyadaran.
Perlawanan terhadap PTN-BH harus kembali dimulai dengan upaya penyadaran kepada sesama mahasiswa, karena dampaknya akan secara langsung dirasakan oleh mereka. Mulailah membahas wacana PTN-BH tersebut dalam setiap ruang publik yang ada di sekitaran kampus, sudut-sudut kampus, gedung kuliah, ampera-ampera, maupun kedai-kedai kopi. Terdapat banyak literatur maupun penelitian yang membahas tentang dampak dari PTN-BH sehingga dapat dijadikan referensi.
Lalu apa yang akan terjadi jika kita hanya diam? Jangan menyesal dan mengeluh apabila sepuluh, dua puluh, atau tiga puluh tahun yang akan datang, anak atau ponakan kita harus membayar mahal untuk pendidikan dikarenakan ayah, ibu, ataupun om dan tante mereka tidak mau memperjuangkan hal tersebut ketika masih berada di bangku kuliah.
Editor: Hemi Lavour
Ilustrator: Talia Bara