Siang hari menuju sore selagi menunggu pesanan minuman di sebuah waralaba kedai kopi di Kota Sawahlunto, kota yang dulunya pada masa kolonialisme belanda merupakan salah satu kota strategis yang berada Di Sumatera Barat karena memiliki sumber daya alam melimpah. Sambil berjalan sore saya menyaksikan bagaimana hebatnya dulu kota ini dengan sentuhan arsitektur gedung-gedung khas kolonial yang menghiasi pusat kota. Kota yang tidak hanya kaya akan sumber daya alam, akan tetapi juga kaya akan nilai-nilai historisnya. Akan tetapi, pada kesempatan kali ini saya belum akan bercerita tentang kota kecil ini, melainkan sebuah pengalaman memburu salah satu band favorit saya ke kota yang katanya dibuat ketika tuhan sedang tersenyum.
Sembari meminum kopi yang telah diantarkan, teringat kembali hasil obrolan bersama kawan-kawan Garak.id terkait Kolom Musik yang telah lama sepi dan tak kunjung dapat menarik penulis untuk dapat menuliskan tulisannya di kolom tersebut. Kemudian dari hasil ngobrol-ngobrol tersebut kami memutuskan untuk mengajak langsung kawan-kawan yang memiliki playlist lagu favorit ataupun ketertarikan terhadap musik mengirimkan tulisan mereka dengan alasan “mengapa lagu-lagumu mesti didengarkan oleh orang-orang” atau sekedar berbagi opini mereka terhadap musik atau lagu. Hal yang kemudian men-trigger saya untuk berfikir bahwa ‘apakah saya juga memiliki pengalaman terkait hal tersebut yang layak untuk ditulis dan diceritakan pada pembaca Garak?’ setelah yang saya punya hanya pengalaman hidup cenderung datar dan selera musik biasa-biasa saja. Kemudian dengan sisa-sisa kopi yang saya miliki saya mencoba untuk mengingat-ingat kembali perjalanan hidup beberapa tahun belakang, dan menemukan satu kenangan terkait musik dan gigs yang sangat berkesan. Apabila tulisan ini dapat kalian baca berarti redaktur Garak.id dengan baik hati menggaransi bahwa pengalaman saya cukup layak untuk diceritakan pada pembaca sekalian.
.
Kembali pada tahun 2017, di masa kawan-kawan lagi sibuk kuliah sedangkan saya masih sibuk dengan diri sendiri, sebuah keberuntungan membawa saya menemui dan menonton langsung salah satu band favorit saya Melancholic Bitch di Kota Bandung dalam sebuah pertunjukkan musik bernama Liga Musik Nasional (LIMUNAS). Kenapa saya menyebutnya sebuah keberuntungan? karena memang pertengahan Oktober saat itu merupakan hal ajaib yang pernah terjadi dalam hidup saya, berlebihan memang, tapi bagi saya yang terbiasa dengan kehidupan yang datar datar saja, ini merupakan hal yang patut untuk dikenang.
Keberuntungan pertama adalah kenyataan bahwa beberapa hari sebelumnya saya harus merelakan diri saya ditinggal kawan-kawan jurusan yang pergi kuliah lapangan ke salah satu kabupaten 3T di Sumatera Barat, kenapa ditinggal kawan-kawan adalah sebuah keberuntungan? Karena pada keburuntungan kedua, bertepatan dengan hari yang sama ketika kawan-kawan pergi kuliah lapangan, kebetulan bahwa Umi ada kegiatan ke Jakarta dan mengajak saya yang bersedih setelah ditinggal kawan-kawan untuk ikut bersamanya ke Jakarta. Dengan berat hati saya mengiyakan ajakan tersebut. Jakarta kotanya orang-orang sibuk pikir saya yang kemudian terpikirkan bahwa mungkin saya tidak akan dapat bertahan 7×24 jam di kota ini, entah kekebalan tubuh seperti apa yang dimiliki masyarakat ibukota sehingga dapat bertahan kota tersebut. Saya meyakini bahwa di masa depan evolusi manusia akan menciptakan perbedaan antara manusia ibukota dengan manusia-manusia kota kecil seperti saya ini.
7 Oktober 2017, pagi itu ketika kawan-kawan telah sibuk dengan persiapan mereka untuk pergi kuliah lapangan saya terbang dari Padang menuju Jakarta. Tidak ada yang menarik dari beberapa hari saya di Ibukota selain dengan berat hati melewati beberapa gelaran konser musik yang cukup besar dan ramai dikarenakan kemageran saya untuk sekedar keluar rumah. Keberuntungan ketiga, setelah tidak ngapa-ngapain di Jakarta dan kegiatan Umi selesai, dengan beberapa hari tersisa dari rencana kami ke luar kota, kami memutuskan untuk ke Bandung, sekedar berganti suasana, dan mengunjungi kerabat serta kawan di Kota Kembang. Bandung, kota yang katanya dibuat saat tuhan sedang tersenyum ini, akhir-akhir ini memang agaknya tidak jauh berbeda dengan Ibukota, setelah mengenal macet, penggusuran, dan kekerasan aparat terhadap sipil.
Sesampainya di Bandung pada tanggal 12 Oktober, saya mencoba mencari informasi terkait pertunjukan musik atau gigs yang dapat saya kunjungi sembari saya di sana melalui sosial media dan menanyakan pada beberapa kawan. Dan saya menemukan bahwa dalam waktu dekat Melancholic Bitch akan tampil di gelaran konser Liga Musik Nasional (LIMUNAS) terasa lebih seru karena yang akan membuka LIMUNAS XI ini adalah Jason Ranti, yang berarti dua musisi yang lagu-lagunya sering terputar di handphone saya akan berbagi panggung yang sama dalam suasana gigs yang sangat intim. sedikit informasi bahwa Liga Musik Nasional atau yang akrab disebut LIMUNAS merupakan sebuah kolektif pertunjukan musik yang digarap secara independen dan menyajikan pertunjukan musik dalam skala kecil, setahu saya tiket yang dijual tidak lebih dari 200pcs yang saya anggap sebagai upaya menjaga keintiman antara musisi yang diundang dengan penonton yang datang.
Saat saya di sana, LIMUNAS sudah memasuki edisi ke XI (sebelas) dan dalam perjalannya sudah sukses menghadirkan banyak nama besar untuk konser di Bandung, sebut saja seperti, White Shoes And The Couples Company, Frau, Rajasinga, Komunal, Kelompok Penerbang Roket, dan Melancholic Bitch, untuk Melancholic Bitch sendiri merupakan penampilan mereka yang kedua setelah sebelumnya juga pernah tampil pada LIMUNAS IV tahun 2013. Hal yang kemudian membuat saya harap-harap cemas adalah ketakutan kehabisan tiket karena LIMUNAS XI ini akan dilangsungkan pada tanggal 14 Oktober yang berarti bahwa dua hari dari kedatangan saya di Kota Bandung, dan memang setelah mengunjungi beberapa booth tiket semua tiket LIMUNAS XI yang panitia sediakan sudah habis terjual yang kemudian harus memaksa saya untuk berkeliling Kota Bandung dengan harapan masih ada tiket tersisa di beberapa booth lainnya. Dan sebagaimana keberuntungan yang telah mengikuti saya sebelumnya, saya akhirnya mendapatkan sisa tiket LIMUNAS XI keesokan harinya.
Sedikit tentang Melancholic Bitch atau yang akrab disebut Melbi, merupakan sebuah kelompok musik asal Yogyakarta yang dibentuk oleh Yosef Herman Susilo dan Ugoran Prasad yang setahun kemudian menyusul masuk Teguh Hari Prasetya, Yennue Ariendra, Septian Dwirima, Richardus Ardita, dan Pierna Harris. Selama bermusik Melbi telah menghasilkan beberapa karya musik dalam bentuk album, yaitu Anamnesis (2005), Balada Joni dan Susi (2009), Lagu-lagu Yang Tidak Bisa Dipercaya (2011), rilisan ulang Re-Anamnesis (2013), dan NKKBS Bagian Pertama (2017). Untuk pementasan panggung mereka telah melangsungkan beberapa pementesan mulai dari konser penuh Balada Joni dan Susi di Gedung parkir Koran Tempo (diproduksi bersama Kelas Pagi Anton Ismael tahun 2009), pementasan di Yayasan Bagong Kussudiarja (produksi bersama Kua Etnika tahun 2009), pementasan di Teater Salihara (produksi dengan Teater Salihara tahun 2010), serta pementasan di Langgeng Art (produksi bersama Kongsi Jahat Syndicate tahun 2011). Selain itu mereka juga pernah terlibat dalam pertunjukan “Waktu Batu #3: Deus Ex Machina and My Feeling For You (produksi bersama Teater Garasi tahun 2004) yang dipentaskan di Jakarta, Singapura, Berlin, dan Tokyo antara tahun 2004-2006. Melbi sendiri kerap dikenal sebagai entitas musik yang kerap “menghilang” dari peredaran akibat kesibukan masing-masing personelnya, atau dengan kata lain, sebagaimana yang sering diucapkan oleh fans atau pendengarnya bahwa mereka adalah mitos atau “ghaib” karena bisa tiba-tiba hadir, dan seketika dapat menghilang, entah berapa tahun lama lagi akan muncul.
Kegaiban Melbi inilah yang membuat saya atau mungkin semua orang yang datang langsung pada saat itu tidak akan melewatkan kesempatan untuk hadir pada pertunjukkan musik LIMUNAS XI.
LIMUNAS XI TRAUMA, IRAMA
Seperti pada edisi-edisi sebelumnya LIMUNAS selalu menggelar pertunjukan musik mereka di Gedung Auditorium Institut Francais Indonesia (IFI) Bandung. Gedung Auditorium yang menurut saya tidak terlalu besar karena setelah saya masuki kehadiran kurang lebih 200 orang didalamnya sudah cukup sesak. Kegiatan ini dibarengi dengan Cassette Store Day Bandung atau Pasar Kaset Bandung yang menjual berbagai macam kaset dan merchandise band-band lokal yang telah open booth dari jam 12 siang, ini juga dapat memanjakan penonton untuk sekedar cuci mata atau memang tertarik menambah koleksi kaset atau merch sebelum acara utama dimulai. Seingat saya, acara dimulai agak ngaret, yang semulanya akan dimulai pada pukul 19.00 WIB kemudian menjadi 20.30 WIB, hal yang kemudian dapat dimaklumi oleh para penonton setelah saya dapati para penonton pun masih adem diluar gedung sembari menikmati “minuman” yang juga tersedia di sana.
Sebagaimana yang terlihat pada pamflet pertunjukan, acara dibuka oleh Jason Ranti atau Jejeboy, musisi eksentrik dan nyeleneh asal Pamulang, Tangerang Selatan yang juga sempat menciptakan single Lagunya Begini Nadanya Begitu khusus untuk Alm. Sapardi Djoko Damono. Sebagaimana yang telah ditebak, bahwa penampilan Jeje malam itu memang berbeda dengan musisi lainnya yang pernah saya nonton langsung, karena Ia cukup interaktif dengan para penonton. Jeje memainkan beberapa lagu sebelum turun panggung dan bergabung bersama kami para penonton untuk menikmati sajian utama malam itu, Melancholic Bitch.
Hal yang membuat saya speechless dari awal mereka masuk panggung hingga akhir acara adalah mereka tidak main main dalam mempersiapkan pertunjukan mereka. Keseriusan ini terlihat dari kolaborasi seluruh unsur pertunjukkan mulai dari tata suara, ruang, cahaya, komposisi, text langsung, properti hingga dramaturgi yang tersusun dengan baik. Terlihat bahwa semua penonton sangat menikmati pertunjukan yang disajikan hingga tidak terasa sudah pukul 22.30 atau telah dua jam lebih berjalannya pertunjukkan yang seingat saya Melbi pada malam itu membawakan kira-kira 20 lagu dari dua Album Balada Joni dan Susi dan NKKBS Bagian Pertama. Untuk Balada Joni dan Susi sendiri pernah terpilih sebagai 20 Album Indonesia Terbaik tahun 2009 versi Rolling Stones Indonesia. Album satu ini memang terbilang unik, karena apabila lirik masing-masing lagu dibaca secara berurutan kita akan mendapatkan diri seperti membaca novel tebal tentang kompleksitas kisah percintaan sepasang kekasih dari kelas sosial yang termajinalkan. Sedangkan untuk album NKKBS Bagian pertama yang ditulis langsung oleh Ugoran Prasad sebagai kritiknya terhadap Orde Baru Zaman Soeharto, NKKBS sendiri merupakan akronim dari Norma Keluarga Kecil Sejahtera yang mana merupakan jargon propaganda orba tentang konsep keluarga ideal masyarakat Indonesia yang juga menjadi program andalan Soeharto. Akan tetapi pada tulisan kali ini saya tidak akan menuliskan lebih lanjut terkait album ataupun lagu-lagu Melbi karena lebih baik kalian dengar sendiri saja di Spotify kalian yang masih beriklan itu.
Malam itu, dengan senang hati riang gembira saya meninggalkan venue LIMUNAS XI dan sedikit mengitari Kota Bandung di malam hari dengan perasaan sedikit was-was takut bertemu Tim Prabu 86 yang memang lagi semangat-semangatnya melakukan patroli malam pada saat itu. Akan tetapi keberuntungan masih bersama saya, saya tidak berjumpa Tim Prabu, Begal, ataupun aing macan. Akhir kata, perjumpaan saya dengan Melbi di LIMUNAS XI dapat mengobati kesedihan saya setelah ditinggal kawan-kawan untuk pergi kuliah lapangan yang terus mengirimkan keseruan mereka ke grup WhatsApp angkatan walaupun hal tersebut harus dibayar mahal bahwa saya harus merelakan kupon keberuntungan seumur hidup saya telah habis, karena memang setelahnya hidup tidak berjalan seperti yang saya inginkan.
.
Tulisan ini saya tulis selain untuk mengisi kekosongan kolom musik di Garak.id juga sebagai informasi bagi kawan-kawan pembaca sekalian yang ingin merasakan pengalaman seperti saya bahwa pada Tanggal 16 Juli Melancholic Bitch akan manggung lagi di LIMUNAS XVI setelah 5 tahun (mungkin), masih di tempat dan lokasi yang sama di Auditorium IFI Bandung.Sekian, terimakasih!