Artikel

Ketika Ilmu Beladiri Tionghoa dan Minangkabau Berpadu

Masuknya beladiri Tionghoa ke Indonesia punya peranan penting terhadap perkembangan pencak silat. Jurus-jurus wushu dan kungfu menginspirasi lahirnya perguruan-perguruan pencak silat bercita rasa Tionghoa di Indonesia.Inovasi ini bukan hanya sekedar dari segi pakaian dan atribut latihan saja. Pola langkah wushu dan kungfudikombinasikan dengan langkah-langkah dasar pencak silat. Gerakan silat tradisional yang banyak menggunakan tangkapan, bantingan dan kuncian dikombinasikan dengan pukulan, ragam tendangan. Jurus-jurus yang lahir dari perpaduan dua unsur beladiri itu demikian variatif, lebih atraktif namun tetap mematikan. Mulai dari jurus tangan kosong yang memadukan pukulan dan tendangan hingga keterampilan permainan senjata—pedang, golok, toya (tongkat) dan pemecahan benda keras.

Di Sumatera Barat sendiri, ada dua perguran pencak silat bercita rasa Tionghoa yang berkembang. Dua perguruan silat itu adalah Ikatan Keluarga Silat “Putera Indonesia” Kera Sakti (Kera Sakti) di wilayah Pasaman Barat dan Perguruan Pencak Silat Tangan Mas (Tangan Mas) di Lubuak Aluang. Nama Kera Sakti dan Tangan Mas sudah menjadi perbincangan yang serius oleh praktisi pencak silat di Sumbar. Perguruan Tangan Mas pada kurun waktu dua dekade terakhir mendominasi raihan medali emas dalam kategori jurus tunggal dan laga. Sementara IKS Kera Sakti dikenal fasih dengan beragam teknik pemecahan benda keras, laga, dan ilmu pernapasan.

***

Tangan Mas lahir di Sumbar. Perguruan ini didirikan oleh Asrial di Lubuk Basung pada tahun 1997. Ia merupakan praktisi bela diri yang menguasai bela diri wushu dan silat tradisional Minangkabau aliran Taralak. Maksud dari nama Tangan Mas adalah tangan-tangan pelatih perguruan inilah yang akan lahir pendekar-pendekar yang terampil dalam gerak, berani, berjiwa kesatria dan taat kepada Tuhan yang Maha Esa.

Untuk memperkenalkan Tangan Mas kepada khalayak luas, Asrial menggagas kejuaraan pencak silat ‘Tangan Mas Terbuka’. Kategori yang dipertandingkan pada kejuaraan ini jurus tunggal, dan laga. Kejuaran ini diadakan tiap tahun di Lubuk Basung.

Tidak butuh waktu lama bagi Tangan Mas untuk mendunia. Belum sampai sedekade sejak berdiri, Tangan Mas berhasil melahirkan atlet laga terbaik di dunia.  Pesilat Tangan Mas yang bernama Sahripal Ependi berhasil meraih juara pada kejuaraan dunia pencak silat Singapura Championship pada tahun 2011. Pada babak final Sahripal berhasil mengalahkan atlet laga asal Thailand. Pada masa primenya, atlet-atlet laga Indonesia sekelas Hanifan YK, Yola Primadonaj dan Denny Aprisani pernah dikalahkan oleh Sahripal. Di tingkat lokal, sejak pencak silat mulai dipertandingkan di Porda (kini Porprov), pesilat-pesilat Tangan Mas juga sudah mendominasi.

Saya punya pengalaman menarik saat awal-awal mengenal Tangan Mas. Pada 2009, saat kelas 5 SD saya mengikuti kejuaraan Olimpiade Olahraga Siswa Nasional (O2SN) kategori jurus tunggal di Lubuk Basung. Setelah melewati babak kualifikasi, saya berhasil masuk babak final. Pada undian lot, saya memperoleh undian ketiga. Undian pertama dan kedua dari perguruan Tangan Mas.

Sebelum berangkat ke arena pertandingan, pelatih sudah berpesan kepada saya untuk tetap di ruang tunggu dan fokus pada pertandingan. Namun saya penasaran sehebat apa atlet-atlet Tangan Mas itu. Dalam kurun waktu 2001 sampai 2006, ketika ayah saya membawa atlet-atlet andalannya mengikuti kejuaraan Tangan Mas Terbuka, mereka banyak yang dikandaskan oleh pesilat-pesilat Tangan Mas.

Tanpa sepengetahuan pelatih, saya diam-diam keluar dari ruang tunggu, lalu menuju tribun penonton. Ketika gong dipukul oleh time keeper, saat itu pulalah penyesalan saya dimulai. Dari awal gerakan saya sudah dipertontonkan rangkaian jurus yang memukau. Hindaran yang disusul dengan kombinasi pukulan dan tendangan begitu tertata dengan rapi. Tebasan dan tusukan golok yang ia lakukan begitu cepat. Kuda-kuda dan keseimbangan yang menjadi kunci utama pada jurus golok begitu piawai ia mengatur ritmenya. Ayunan tongkat yang dipadukan dengan ragam tendangannya mengingatkan saya kepada biksu-biksu film Kungfu Shaolin. Hebatnya lagi, ia begitu handal mengatur pernapasan. Pada gerakan penutup, pesilat Tangan Mas tersebut melompat sambil memindahkan tongkat ke punggungnya dan mendarat di matras. Gerakan itu bersamaan dengan gong tanda waktu habis dipukul. Sontak semua penonton yang berada di tribun berdiri dan bertepuk tangan. Mental saya runtuh seketika mendengar riuh sorak dan tepuk tangan penonton.

Ketika nama saya dipanggil untuk memasuki gelanggang pertandingan, saya sudah tidak fokus. Mental saya sudah diobrak-ambrik setelah menyaksikan pesilat Tangan Mas. Ketika gong tanda mulai dipukul, saya memulai gerakan dengan cukup mulus, namun pada pertengahan hingga akhir saya beberapa kali melakukan kesalahan karena stamina saya terkuras. Perasaan pesimis terhadap hasil pertandingan memenuhi pikiran saya. Benar saja, saya hanya berada pada peringkat ketiga. Atlet Tangan Mas yang saya tonton tersebut berhasil mendulang medali emas.

Setelah pertandingan tersebut, saya mulai mengubah pola latihan dan rajin mengikuti try out jurus tunggal. Setelah empat tahun tidak bertanding, saya kembali mengikuti kejuaraan O2SN di Lubuk Basung pada tahun 2013. Saya kembali masuk final, namun tidak berhasil menjadi pemenang. Atlet Tangan Mas yang mendulang emas ketika saya SD itu, masih menjadi juaranya.

Setelah O2SN berakhir, saya mulai mencari tahu ‘rahasia dapur’ Tangan Mas dalam melahirkan pesilat-pesilat hebat.

Pada suatu kesempatan saya berbincang dengan Raudatul Agva Zahira yang biasa dipanggil Zira. Zira merupakan pesilat perempuan Tangan Mas yang sudah menjadi atlet andalan Sumbar sejak usia dini. Sudah berbagai kejuaran jurus tunggal yang ia menangkan selama sepuluh tahun menjadi atlet pencak silat. Ketika saya menonton Zira pada sebuah kejuaraan pencak silat, permainan goloknya mengingatkan saya kepada legenda wushu Indonesia Linswell Kwok.

Kepada Zira, saya bertanya hal apa yang membuat konsistennya Tangan Mas melahirkan atlet berkelas tiap tahunnya. Zira mengatakan bahwa pelatih selalu menegaskan kepada para atlet Tangan untuk disiplin. Kemudian pelatih membuat jadwal khusus untuk program atlet di Tangan Mas. Atlet difokuskan pada peningkatan daya tahan tubuh dan belajar beberapa metode pernapasan. “Kami dituntut untuk disiplin dan punya daya tahan fisik yang bagus. Gerakan jurus tunggal yang berjumlah seratus jurus harus diselesaikan dalam durasi 3 menit. Nyaris tidak ada celah untuk berhenti ketika melakukan gerakan.” Ucap Zira kepada saya.

Pernyataan Zira masih membuat saya kurang puas, karena dia hanya menjelaskan hal-hal mendasar dari metode latihan atlet. Pada suatu kesempatan saya menonton atlet-atlet Tangan Mas di Youtube, saya menemukan sebuah konten yang berjudul ‘Jurus Silat Perguruan Tangan Mas’. Pada konten tersebut seorang pesilat memperagakan enam jurus dasar perguruan Tangan Mas. Jurus dasar Tangan Mas ini terdiri dari rangkaian tangkisan, pukulan, tendangan dan sapuan.

Para pesilat perempuan Tangan Mas saat mengikuti kategori jurus beregu pada acara Kejuaraan Tangan Mas Terbuka di Lubuk Basung tahun 2013.

Saya pikir inilah yang menjadi pondasi penting Tangan Mas dalam melahirkan atlet jurus tunggal yang hebat. Pada jurus dasar ini saya melihat ada beberapa persamaan dengan gerakan jurus tunggal.  Mulai dari pola langkah, jenis tendangan dan rangkaian sapuan jurus nyaris sama titik sasarannya dengan gerakan jurus tunggal. Ini adalah hasil eksplorasi atas materi-materi dasar silat tradisional yang dipadukan dengan pola langkah wushu.

Hal itu jugalah yang menjadi sebab kenapa Tangan Mas bisa mendominasi jurus tunggal dan mengalahkan perguruan silat lain yang ada di Sumbar. Karena mayoritas perguruan silat yang ada di Sumbar materi-materi dasar yang dipelajari oleh murid adalah pola langkah silat. Tidak ada jurus berbentuk rangkaian pada tingkat awal. Hal ini juga saya rasakan ketika awal-awal belajar jurus tunggal. Karena belum terbiasa dengan rangkaian jurus, saya menjadi terbata-bata dalam mengatur ritme gerakan.

***

Kera Sakti bukan perguruan yang lahir di tanah Minangkabau, melainkan dari ‘Kota Pendekar’ yang berada di pulau jawa, yaitu Madiun. O’ong Maryono dalam bukunya  Pencak Silat: Merentang Waktu (1998), menjelaskan bahwa Kera Sakti lahir karena perpaduan antara silat tradisional dan kungfu. Pendiri Kera Sakti bernama R Totong Kiemdarto, seorang Jawa,  awalnya adalah pendekar yang mendalami silat tradisional di Madiun.  Totong memiliki hubungan yang dekat dengan keluarga etnis Tionghoa, yakni keluarga R.M. Sentardi dan Oey Kiem Lian Nio. Ia dalam kesehariannya juga banyak bergaul dengan orang-orang Tionghoa di Madiun. Kedekatannya dengan masyarakat Tinghoa di tersebut lah yang mendorongnya mempelajari kungfu. Totong pun membangun perguruan silat yang pondasinya dari kungfu. Perguruan yang berdiri pada 1980 ini kemudian dikenal karena jurus monyetnya, teknik pernapasan chi kung, teknik bantingan san so, pengaplikasian yoga, serta penekanannya pada aspek kerohanian.

Dari Madiun, Kera Sakti terus menyebar, hingga ke Pasaman Barat tepatnya di Simpang Empat dan di Ujung Gading.

Ketika Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Ujung Gading, Pasaman Barat, saya terlibat dalam suatu program pelatihan beladiri untuk perangat desa. Berawal dari program itu,  saya bertemu dengan para pendekar Kera Sakti yang juga tertarik mempelajari materi yang saya ajarkan. Terjadilah semacam pertukaran ilmu, di mana saya mengajarkan jurus tunggal dan saya pun mempelajari beberapa metode beladiri Kera Sakti.

Penulis saat berlatih bersama para pendekar Kera Sakti.

Pada pertemuan awal, saya mendapat beberapa metode latihan fisik yang berbeda dengan yang pernah saya pelajari. Mulai dari teknik pernapasan, bentuk-bentuk push up dan tendangan. Di Kera Sakti saya belajar dua materi yang berguna sampai sekarang untuk melakukan pengembangan jurus silat tradisi. Pertama teknik pernapasan chi kung dan teknik bantingan san so.

Ketika masuk pada sesi belajar jurus tunggal, saya awali dengan rangkaian tangan kosong. Di luar dugaan saya, mereka begitu cepat menguasai materi yang saya ajarkan. Etos kerja dan disiplin mereka begitu konsisten. Pesilat Kera Sakti selalu tepat waktu. Target untuk mengusai materi yang saya berikan, disanggupi dengan tepat waktu. Hanya dalam waktu dua minggu mereka sudah menguasai gerakan jurus tunggal secara utuh.

Hal ini berbeda ketika saya melatih beberapa siswa sekolah yang mengikuti ekstrakurikuler pencak silat. Butuh waktu tiga sampai empat bulan bagi mereka untuk menguasai jurus tunggal dan layak untuk diikutkan dalam pertandingan. Padahal banyak dari mereka yang saya latih sudah berada pada tingkat lanjut sabuknya. Ketika kuliah, saya mengajarkan jurus tunggal kepada mahasiswa jurusan olahraga yang sudah ada basic pencak silat, hal yang sama juga saya alami. Bagaimana begitu sulit mereka menghapal rangkain jurus tunggal. Kalaupun sudah hapal, untuk mengatur ritme gerakan mereka masih terbata-bata.

***

Masuknya beladiri Tionghoa ke Indonesia, khususnya Sumbar, telah memperkaya gerak silat itu sendiri. Ia memberikan semacam metode baru pada pencak silat yang bisa mempermudah pesilat dalam mempelajari sebuah rangkaian jurus. Ia juga membawa etos disiplin dan kerja keras yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu, berpadunya beladiri Tionghoa dan beladiri Minangkabau menunjukkan bahwa kedua kebudayaan dari mana beladiri itu berasal sesungguhnya bersifat lentur, tidak kaku. (*)

Ketarangan foto cover: Para pendekar IKS Kera Sakti.

 

 

 

Related posts
Artikel

Biennale yang Dikecam, Diamuk, dan Dirindukan: Telaah Arsip 50 Tahun Jakarta Biennale (Bagian Pertama) 

Artikel

Apakah Kita Masih Perlu Partai Hari Ini?

Artikel

“Mahaden”: Menjembatani Subjek dan Etnografi

Artikel

Orkes Taman Bunga dan Narasi Timpang WTBOS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *