Ulasan Buku

Strategi Intelijen: Upaya Menghapus Politik Uang

Demokrasi meniscayakan adanya Pemilu sebagai instrumen partisipasi politik guna mengisi jabatan publik. Oleh karena itu sebagai salah satu syarat sebuah negara disebut demokratis tentu harus ada penyelenggaraan Pemilu secara berkala. Untuk kasus Indonesia, Pemilu baru diadakan sepuluh tahun setelah Proklamasi yaitu tahun 1955 ketika pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri yakni Burhanuddin Harahap.

Pemilu sendiri adalah proses yang mahal. Disebut mahal karna penyelenggaraannya memerlukan biaya yang tidak sedikit, baik itu oleh negara sebagai penyelenggara maupun oleh peserta Pemilu itu sendiri.

Besarnya biaya Pemilu mengakibatkan munculnya politik uang. Fenomena politik uang bahkan dianggap sebagai suatu kewajaran bagi segelintir orang. Walau begitu, maraknya politik uang tidak bisa serta-merta disebut sebagai kegagalan demokrasi. Maraknya politik uang, selain karena lemahnya sistem pengawasan, sangat mungkin terjadi karena partai-partai yang menjadi peserta Pemilu hanya melihat politik uang sebagai satu-satunya cara untuk memenangkan pemilihan.

Atas dasar kekhawatiran akibat fenomena politik uang ini, Stepi Anriani menawarkan konsep pendekatan intelijen sebagai cara memenangkan Pemilu. Konsepnya ditulis dalam buku Intelijen & Pilkada (Pendekatan Strategis Menghadapi Dinamika Pemilu).

Dalam bab awal bukunya, Stepi menerangkan kepada pembaca secara garis besar apa itu intelijen. Pengetahuan dasar perihal konsep intelijen dan adanya anggapan bahwa intelijen adalah dunia kelam, buta terhadap kemanusiaan dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, sedikit banyaknya dibantah dalam buku ini. Kegiatan intelijen pada masa lalu lebih identik dengan spionase, sabotase, atau sesuatu hal yang cukup ekstrem dan melanggar hukum serta hak asasi manusia, namun sekarang kegiatan intelijen telah banyak diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga dituntut untuk profesional dan dapat dipertanggungjawabkan (hlm15-16).

Penting untuk dicatat pengetahuan intelijen bukan hanya dapat dimiliki oleh kalangan militer, tetapi sipil juga dapat memilikinya demi memperoleh informasi yang nantinya berguna bagi kehidupan. Yang jelas seorang intelijen harus siap tidak dikenal oleh orang, karena prinsip kerja inttelijen adalah kerahasian, kecepatan dan keakuratan.

Dalam bukunya Stepi menitik beratkan cara-cara kerja intelijen sebagai strategi pemenangan Pemilu. Salah satu pendekatan intelijen adalah ketika berkaitan dengan penentuan tim sukses, penyebaran isu atau program, penggalangan massa, marketing politing, mobilisasi massa, dan pengawasan hasil suara sampai pada proses penetapan pemenang (hlm 173). Tentunya cara kerja intelijen disini bukan melibatkan peran perwira TNI atau Polri aktif, namun cara kerja intelijen yang jamak dipakai oleh alat negara diadopsi oleh peserta Pemilu sebagai langkah yang lebih bermartabat dari pada sekedar melakukan money politic. Penggunaan pendekataan ini bertujuan untuk mengembalikkan citra positif kepada masyarakat, bahwa orang-orang yang bertarung dengan gagasan masih ada.

Salah satu kesulitan menghilangkan politik uang adalah adanya pemahaman bahwa Pemilu murni perayaan tahunan. Tidak lagi mencari seorang figur pemimpin yang di dalam genggaman tangannya nasib kita dipertaruhkan. Fenomena maraknya politik uang menjadi pangkal terjadinya korupsi, alasanya sederhananya dengan pengeluaran uang ketika kampanye yang begitu besar tidak akan dapat ditutupi hanya dengan gaji, tetapi akan lebih mudah bila dibarengi dengan korupsi.

Ini merupakan tantangan bagi pendekatan intelijen dalam Pemilu. Perlu dipahami juga kegiatan Pemilu mustahil tanpa mengeluarkan uang, namun sejauh pengeluaran tersebut wajar, dalam artian cost politic yaitu harga yang harus dikeluarkan untuk berpolitik seperti pembelian atribut kampanye, pemesanan bendera partai, seragam tim sukses dan lainnya, sedangkan money politic meminta pihak tertentu memberikan suaranya atau jual beli suara ( hlm 137-138).

Menariknya dalam buku ini, Stepi memaparkan perlunya keahlian dalam penggunanan teknologi infomasi. Teknologi informasi dan komunikasi seperti media sosial sebagai “arena perang” baru Pemilu dapat mempengaruhi suara pemilih. Seringnya konsumsi masyarakat dewasa ini terhadap media sosial menjadikan informasi yang didapat silih berganti datang dan mempengaruhi pikiran seseorang. Nah, dalam ranah inilah para intelijen yang memiliki kepakaran bertindak.

Stepi menawarkan skema strategi perang media sosial bagi tim sukses. Skema ini memiliki lima alur yakni 1) monitoring, 2) analisi dan rekomendasi, 3) Produksi konten, 4) Publikasi dan 5) Amplifikasi. Alur pertama dan kedua berkaitan dengan pengumpulan dan analisis suatu data terkait materi komunikasi yang akan dipergunakan oleh kandidat. Data dapat bersumber dari isu atau kebutuhan yang diperlukan dalam pembangunan untuk diselesaikan.

Alur ketiga mengkehendaki konten memberikan dampak kepada calon pemilih, sehingga akan terbentuk pengetahuan bersama. Dalam pengelolaan media sosial, konten harus mencapai taraf viral, jika telah sampai pada taraf ini publik dianggap telah mengetahui apa yang ditawarkan oleh kandidat. Alur keempat berupa publikasi dengan mengunakan media komunikasi yang akan digunakan. Dapat berupa media sosial, media massa atau kegiatan kampanye secara langsung.

Skema terakhir adalah amplifikasi, artinya perluasan jaringan dan jangkauan. Pada tahap ini diperlukan pelaku yang mahir memainkan isu dengan berbagai macam ramuan. Jadi jika melihat dalam sekali waktu bermunculan “cuitan” di Twitter atau status di Facebook menggenai isu yang diusung seorang kandidat, walaupun mereka tidak secara terang-terangan mendukung, bisa saja strategi intelijen sedang dimainkan untuk menarik respon publik.

Pendekatan intelijen sebagai tawaran dalam pemenangan Pilkada sesungguhnya akan lebih bermanfaat bagi partai-partai baru (mau pun kandidat independen) yang minim modal–karena berada di luar lingkaran oligarki–namun memiliki gagasan dan konsep yang kuat serta berpihak pada rakyat. Hanya saja, semua tidak akan ada gunanya apabila undang-undang yang mengatur tentang kepartaian di Indonesia belum juga direvisi. (*)

 

Judul Buku: Intelijen & Pilakada (Pendekatan Strategis Menghadapi Dinamika Pemilu)

Penulis : Stepi Anriani

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, 2018

Halaman : 225

ISBN : 978-602-03-8360-6

 

Related posts
Ulasan Buku

Dua Buku dari Talang Mamak

Ulasan Buku

Pekanbaru, dari Hilir ke Hulu

Ulasan Buku

Tuanku Nan Renceh: Catatan untuk Irwan Setiawan

Ulasan Buku

Djaman Kemadjoean dan Penulisan Sejarah Kota: Ulasan Buku Terbaru Deddy Arsya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *