Masyarakat di Indonesia sebagian besar sangat memandang buruk terhadap ganja yang bernama Latin Cannabis sativa. Pandangan umum yang beredar mengatakan bahwa ganja lebih banyak mudaratnya dibandingkan dengan manfaatnya. Ganja juga dikenal secara negatif oleh masyarakat banyak sebagai tanaman yang mendekatkan pada kematian. Sebaliknya, bagi beberapa orang berpendapat bahwa ganja bisa memberikan kelangsungan hidup.
Seperti yang dialami oleh Fidelis Arie Sudewarto, ia tertangkap oleh aparat yang berwenang karena menanam sebanyak 39 batang pohon ganja pada beberapa tahun silam. Alasan Fidelis menanam ganja adalah untuk mengobati istrinya yang tengah sakit. Ini membuktikan tidak ada toleransi dalam memanfaatkan ganja di negara ini.
Ganja merupakan salah satu jenis narkotika golongan I sebagaimana terdapat dalam Undang undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Di mana setiap orang yang memiliki, menguasai, memakai, ataupun menanam dikenakan pidana sesuai dengan hukum yang berlaku. Lantas, bagaimana jika ganja dimanfaatkan untuk keperluan pengobatan dan segala keperluan lainnya? Pada kenyataannya, hal itu tetap merupakan bentuk pelanggaran terhadap hukum yang berlaku.
Atas dasar tidak adanya pengecualian hukum terhadap pengguna ganja untuk pengobatan inilah, Peter Dantovski memberikan suara kemarahannya dan gugatannya tentang kriminalisasi penggunaan ganja di Indonesia. Hal itu dituangkan ke dalam buku yang berjudul Kriminalisasi Ganja. Pada bab awal bukunya, Peter menerangkan kepada pembaca secara garis besar apa itu ganja. Membuka wacana tentang ganja dan mengangkatnya menjadi peristiwa di hadapan publik adalah upaya konkret dan rasional untuk mendudukkan ganja pada tempat yang semestinya, tanpa dimanipulasi oleh berbagai kepentingan politik dan ekonomi, karena hanya dengan mendudukkan ganja pada tempat yang semestinyalah banyak hal yang dapat diselamatkan. Yang utama adalah alam dan manusia sehingga tidak perlu terpuruk dalam kesia-siaan (hlm 18).
Penting untuk digaris bawahi, selama ini informasi tentang ganja adalah bahwa ganja dapat menyebabkan mabuk dan kecanduan. Tampaknya harus ada upaya yang didasarkan pada akal sehat dan kejernihan nalar dalam menyikapi masalah ini. Peter memberikan perspektif agama dalam mendefinisikan mabuk, yaitu hilangnya akal sehat atau hilangnya kesadaran. Dalam hal kecanduan, zat yang dikandung oleh rokok adalah salah satu penyebab yang mengakibatkan kecanduan, lalu mengapa rokok tidak dilarang? Jawaban yang paling realistis adalah karena pajak rokok cukup tinggi bagi negara.
Dalam bukunya Peter juga mengumpulkan berbagai kesaksian dari pengguna ganja. Berdasarkan kesaksian-kesaksian itu, tidak ada satu pun yang menyatakan bahwa ganja yang dikonsumsi mengakibatkan hilangnya akal sehat dan hilangnya kesadaran. Dan juga ada yang menyatakan bahwa selama mereka mengonsumsi atau menggunakan ganja, dalam hal kesehatan tidak ada yang terganggu. Dan yang pasti, ganja tidak akan memunculkan perilaku yang dapat menimbulkan kerawanan sosial (hlm 28-29). Tentunya hal ini dapat mematahkan pandangan orang terhadap ganja yang selama ini sangat dipandang negatif dan dapat merugikan diri sendiri. Alangkah baiknya, jika tidak menyebarkan informasi terkait keburukan ganja tanpa diawali dengan riset dan penelitian yang mendalam, maka yang akan terjadi adalah ketimpangan informasi.
Peter juga mengemukakan pendapatnya tentang Undang-undang Narkotika. Menurutnya Undang-undang Narkotika di Indonesia adalah bentuk ketidakadilan dan pembodohan terhadap warga negara. Peter mengungkapkan bahwa penyusunan undang-undang tentang narkotika dan psikotropika di Indonesia adalah perpanjangan dari arus kepentingan global. Hal ini berangkat dari kurangnya riset dan pengkajian dalam membuat undang-undang, sehingga tidak ada kejelasan tentang fakta yang ada dengan undang-undang yang dijalankan (hlm 55).
Menariknya dalam buku ini, Peter memaparkan berbagai literatur kuno yang berhubungan dengan pemanfaatan ganja dari berbagai belahan dunia. Hal ini menunjukkan bahwa ganja telah digunakan untuk berbagai keperluan sejak awal manusia membangun peradabannya, ganja telah mengambil tempat yang tidak saja penting, tetapi juga vital dan menentukan. Banyak sekali dituliskan manfaat dari tanaman ganja di dalam buku ini, hanya saja pada saat ini ganja tidak ditempatkan sesuai dengan fungsinya.
Bab terakhir pada buku ini, Peter memberikan semacam usulan langkah konkret yang bisa dilakukan untuk memperjuangkan hak menggunakan dan memanfaatkan ganja, terutama bagi warga negara yang memanfaatkan kegunaan ganja untuk keperluan kesehatan. Langkah pertama adalah dengan membentuk jaringan advokasi ganja, sehingga para pengguna yang menjadi korban mendapatkan bantuan hukum. Para pengguna ganja yang terjerat hukum banyak yang dilakukan semena-mena, sehingga sangat perlu untuk membuat sejenis advokasi yang khusus memberikan pengetahuan dan bantuan terhadap para korban. Langkah kedua adalah dengan memberikan masukan dan mendesak mahkamah konstitusi (MK) untuk melakukan revisi atas undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sehingga MK dapat mempertimbangkan aspek kemanusiaan, agar orang yang mempunyai penyakit yang membutuhkan ganja sebagai obat mendapatkan hak kesembuhan dan hak untuk hidup (hlm 118-125).
Sudah seharusnya pemerintah melakukan pengkajian dan penelitian tentang tanaman ganja ini. Sehingga tidak ada lagi pro dan kontra di masyarakat dalam hal manfaat dan mudarat dari ganja. Jika hasil penelitian menunjukkan adanya manfaat dari ganja, maka pemerintah harus bersikap terbuka untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang penggunaan ganja khususnya untuk keperluan pengobatan. Selanjutnya, jika memang terbukti bahwa ganja tidak memiliki manfaat dan lebih banyak mudarat yang merugikan, pemerintah harus memperkuat hukum tentang Narkotika dan memberikan penyuluhan akibat buruk dari penggunaan Narkotika tersebut khususnya ganja.
Judul Buku : Kriminalisasi Ganja
Penulis : Peter Dantovski
Penerbit : Indie Book Corner
Halaman : 144
ISBN : 978-602-7673-86-1
Penulis Amidia Amanza
Editor Setia Subakti
Ilustrasi oleh Graphirate