Ingat kawan-kawan, kita diupah oleh perusahaan sebagai balas jasa atas kerja yang telah kita selesaikan, bukan sebagai telinga untuk mendengarkan curhat bos tentang kehidupannya yang sok menyedihkan.
Tentu satu atau dua di antara sidang pembaca sekalian pernah berada di kondisi seperti ini. Misalnya, ketika kita dipanggil oleh bos ke ruangan di hari gajian, atau ketika ada pembicaraan yang mendesak perihal pekerjaan, atau ketika kita meminta cuti, atau lain sebagainya. Saat kita bertemu dengan bos lalu mengutarakan masalah yang terjadi dan keinginan kita di hadapannya, bukannya mendengar mereka malah curhat tentang kepahitan hidupnya, perihal jatuh bangun sebagai seorang bos dan pemodal turunan orang tua. Mereka, para borjuis prematur taik kucing itu memang suka merasa paling terluka di atas semesta ini, dan berpikir dengan menceritakannya kita bisa paham kalau gaji bulan ini dengan terpaksa dipotong atau mundur ke bulan berikutnya, atau jangan dulu cuti sebab omset perusahaan sedang menukik tajam ke dasar bumi. Mereka berharap kita mengerti segala derita yang sedang terjadi di hidupnya, padahal kita tentu—tanpa menginjak moral sebagai manusia yang punya hati—mati anjing saja dengan hal itu!
Saya sering mendengar dari teman-teman seper-duduk-an masalah seperti ini. Memang, saya cenderung mendengar penyakit ini lebih banyak datang ke mereka yang bekerja di dunia kreatif. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan gejala serupa hadir sampai ke semua lini para pekerja, mulai dari buruh pembuat konten, buruh penulis, buruh desainer grafis, buruh fotografer, buruh kafe, buruh distro, buruh restoran, buruh agensi iklan, buruh pabrik, dan buruh kantor.
Salah satu penyebab virus karyawan cum psikolog ini muncul ialah adanya fermentasi busuk nilai ‘kekeluargaan’ yang ditanamkan perusahaan dan para bos ke dalam diri setiap insan pekerja, mulai dari interview awal sampai benar-benar menjadi pekerja. Nilai kekeluargaan itu seolah membuat area kantor maupun kerjaan menjadi rumah yang memberi kenyamanan seperti rumah yang sebenarnya. Sehingga, wajar dong kita saling curhat dan mengerti masalah sesama, terutama masalah bos yang tidak lain dan tidak bukan adalah orang tua dari para pekerjanya. Nilai kekeluargaan semu taik anjing itu mengerangkeng pekerja ke zona yang menyebabkan mereka ‘tak bisa berkata apa-apa lagi’.
Kita tentu merasa muak juga lama-lama. Curhatan para bos ini sungguhlah menjengkelkan. Terutama jika curhatan itu mengarah ke manuver diundurnya pembayaran gaji kita. Bisa naik kalang kita dibuatnya. Ingin membantah cepat, nanti masalah menjadi bertambah besar pula. Cukuplah masalah di rumah yang menggunung: cicilan sana-sini, utang yang menumpuk, raungan bunyi listrik token di pagi hari sebelum berangkat kerja, motor mogok, hubungan asmara yang tergantung tidak bertali, dan lain sebagainya.
Di satu sisi kita harus menurunkan kadar kerumitan di hidup kita, di sisi yang lain kita terpaksa mendengarkan ocehan menyedihkan dari bos tercinta. Di kondisi ambang batas puncak 0 kesadaran itu pikiran kita terbuka untuk segala kemungkinan. Itulah waktu yang tepat untuk memutarkan lagu otomatis di kepala kita. Lagu yang mewakili perasaan kita. Lagu yang bisa menahan laju gelombang suara makhluk laknat di depan kita untuk sementara, sebelum ia berhenti mengoceh dan kita mulai mengajukan perlawanan selanjutnya.
Untuk itulah tulisan ini saya buat. Ada beberapa rekomendasi lagu yang boleh didengarkan sekarang dan nanti diputarkan ketika kita sedang berada di kondisi neraka di atas. Ini hanyalah rekomendasi yang subjektif atas keterbatasan saya mengarungi lautan permusikan di atas bumi ini. Tapi setidaknya lagu-lagu ini berhasil untuk saya.
Rekomendasi pertama ialah salah satu lagu yang termaktub dalam album kedua Lily Allen, It’s Not Me, It’s You (2009). Siapa yang tidak akrab dengan nada dari lagu ini. Saya pikir orang yang baru pertama kali mendengar bisa tersenyum puas. Tidak hanya tempo nadanya yang mudah diikuti, tapi juga liriknya yang bisa mewakili perasaan kesal kita:
Fuck You (Fuck You), fuck you very, very much
‘Cause we hate what you do
And we hate you whole crew
So, please don’t stay in touch
Lagu ini bisa membuat Anda tersenyum-tersenyum sendiri ketika bos sedang curhat. Ia tentu menyangka Anda benar-benar mendengarkan dengan gestur bibir seperti itu. Biarkan saja. Lihat matanya, ulangi bagian reff terus menerus, tersenyum, lalu pikirkan skenario paling tajam untuk langkah selanjutnya.
Baru-baru ini dunia media sosial dipenuhi tangisan manusia ketika mendengarkan Glimpse of Us-nya Joji. Sampai ada yang menyebut kalau lagu yang rilis pada 10 Juni 2022 ini pasti membuatmu menangis, pasti. Karena penasaran, saya coba mendengarkannya. Memang agak termenung saya dibuatnya, tapi tidak sampai membuat saya menangis. Mungkin karena masalah hidup saya lebih menyedihkan dari lagu itu. Entahlah.
Nah, Pink Guy adalah Joji adalah George Kusunoki Miller dalam karakter yang lain. Saya mengenalnya dari YouTube, “Filthy Frank madefucka, Filthy Frank bitch.” Lagu ‘Stfu’ ini tentu saja sangat membantu kita melewati zona curhat menyedihkan bos dengan campuran akustik techno ahoy.
If you hate me, why you talking? You don’t make no fucking sense
Got a sad life, sad life, go to fucking hell
Disillusion in a Discordant System – Acrania
Untuk kita yang suka lagu cadas, saya beri satu rekomendasi dari band yang berasal dari London, Inggris. Menurut website Encyclopaedia Metallum, Acrania ber-genre brutal deathcore dan dibentuk pada tahun 2012. Lirik-liriknya memang sarat akan kebobrokan politik dan kritik sosial. Disillusion in a Discordant System ialah salah satu lagu di dalam album Totalitarian Dystopia yang rilis pada 19 Agustus 2014 lalu.
Hal yang paling rumit dari seorang pendengar metal adalah headbang. Sudah suratan dari Tuhan bahwa tidak ada manusia di dunia yang bisa menahan keinginan untuk headbang. Tidak masalah, sebab memang itulah yang harus kita lakukan ketika memutar lagu ini di kepala. Lepaskan saja keinginan untuk headbang, terutama ketika pada bagian ini:
Send them to the slaughterhouse
(Pig squeals)
Hal ini tentu akan membantu si bos yang menyedihkan itu percaya kalau kita mendengarkan curhatannya dengan sungguh-sungguh.
“Anak ini angguk-angguk, selalu menyetujui apa yang saya katakan. Sopan sekali dia,” ucap bos di dalam hati.
Lagu yang satu ini sangat misterius. Saya tidak bisa menemukan informasi lebih jauh selain bahwa lagu ini pernah viral di Tik Tok dan rilis di YouTube pada 11 Februari 2021 lalu. Hip-Hop-Rap-Lo-Fi-beat-will-chill-you-out ini cocok diputarkan ketika pertemuan dan pembicaraan bersama bos dilakukan pada sore atau malam hari, saat badan kita sudah letih seharian bekerja.
Suara si Syaikh Tan akan memijat sendi-sendi dan otot-otot yang ngilu di sekujur tubuh kita. Pengucapan kata ‘anjing’-nya membawa kejengkelan sekaligus kekuatan kosmik. Tidak bisa dijelaskan lebih lanjut.
Memang tidak ada respon gestur yang signifikan, tapi ketenangan yang kita sebarkan membuat si bos merasa nyaman pula. Tidak apa-apa. Nyaman dahulu, pedih kemudian. Di balik ketenangan itu kita sedang menyiapkan kata-kata paling halus dan tajam untuk penyerangan berikutnya.
***
Baiklah, kawan-kawan. Tulisan ini berakhir di sini. Hanya empat lagu ini saja yang bisa saya bagi sekarang. Terima kasih atas perhatiannya. Kalau kau merasa kesal membacanya, berarti kau salah satu bos yang suka curhat ke pekerja. Pergi ke psikolog saja, Bos, jangan menyusahkan hidup orang. Curhatmu itu sampah yang tak bisa didaur ulang.