Artikel

Bisakah Gibran Ditekel?

Rapimnas Golkar pada Sabtu (21/10/2023) secara resmi mengusung Gibran Rakabuming Raka maju mendampingi Prabowo Subianto sebagai Cawapres. Koalisi Indonesia Maju mengumumkan dirinya sebagai Cawapres Prabowo sehari kemudian. Keputusan ini sangat tidak mengagetkan mengingat banyaknya upaya dari berbagai kalangan untuk membentangkan karpet merah bagi putra Presiden Jokowi itu.

Sebelumnya hambatan terbesar Gibran adalah ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang membatasi usia Capres dan Cawapres minimal di angka 40 tahun. Namun berkat bantuan pamannya yang menjabat sebagai Ketua MK, Anwar Usman, hambatan itu dapat diruntuhkan melalui Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Peran Anwar Usman begitu besar bagi Gibran. Di tangan Anwar pasal itu secara serampangan dimodifikasi dengan mengubah maknanya sehingga memperbolehkan Capres atau Cawapres berusia di bawah 40 tahun bila yang bersangkutan pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk berpengalaman sebagai kepala daerah.

Gibran, yang saat ini menjabat Walikota Solo dalam status kader PDI-P, juga telah menyampaikan niatnya maju di pilpres mendatang kepada Ketua DPP PDI-P, Puan Maharani, pada Jumat (20/10/2023) malam. Maka melengganglah Gibran menuju Rapimnas Golkar keesokan harinya.

Lantas, dengan karpet merah yang telah membentang, bisakah Gibran ditekel?

Majelis Kehormatan MK

Persoalan etik yang membayangi Anwar Usman karena mengadili perkara yang berkaitan langsung dengan keponakannya telah memantik pelaporan atas dirinya kepada Majelis Kehormatan MK. Pelaporan itu dilakukan oleh Denny Indrayana, Pergerakan Advokat Nusantara dan PBHI.

Peliknya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengakibatkan pelaporan atas dugaan pelanggaran etik dilakukan bukan hanya terhadap Anwar Usman. Hingga Sabtu (21/10/2023), sudah terdapat empat laporan. Selain Anwar, PBHI juga mengadukan Manahan MP. Sitompul, Guntur Hamzah, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic P. Foekh. Paling konyol adalah pelaporan Hakim Konstitusi Saldi Isra oleh Komunitas Advokat Lingkar Nusantara (Lisan) dan Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN). Hal itu justru ditenggarai oleh dissenting opinion Saldi yang dinilai tidak sesuai dengan hukum acara dan tidak menelisik pokok perkara.

Atas beberapa laporan yang masuk, MK mengeluarkan Siaran Pers (https://www.mkri.id/public/content/infoumum/press/pdf/press_3007_konpers.pdf) pada Sabtu (21/10/2023) yang mewartakan akan digelarnya konferensi pers pada Senin (23/10/2023). Pada kesempatan itu, MK akan menyampaikan perkembangan terkini atas proses pembentukan Majelis Kehormatan MK.

Paling menarik adalah usul Denny Indrayana yang telah melaporkan Anwar Usman sejak permohonan pengujian batas usia Capres dan Cawapres masih diproses pada akhir Agustus lalu. Kini ia menyarankan Majelis Kehormatan MK mengeluarkan putusan sela yang menyatakan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 belum bisa dijadikan dasar hukum untuk pendaftaran pasangan Capres dan Cawapres.

Terlepas dari apakah nantinya Majelis Kehormatan MK mengeluarkan putusan sela atau tidak, kenyataannya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 merupakan bahan pemeriksaan atas kasus pelanggaran etik yang dilakukan oleh Anwar Usman. Lantas, bagaimana dengan karpet merah bagi Gibran?

Terdapat dua skenario yang dapat menjegal langkah Gibran. Pertama, melalui putusan sela Majelis Kehormatan MK. Pengumuman ihwal Majelis Kehormatan MK yang akan disampaikan pada Senin (23/10/2023) sejatinya merupakan saat-saat kritis bagi Gibran, sebab ia harus mendaftar sebagai pasangan Prabowo Subianto paling lambat tanggal 25 Oktober 2023. Skenario ini dengan singkat akan memupus asa Gibran berkontestasi di pilpres mendatang, sekaligus membendung hasrat Presiden Jokowi untuk menyempurnakan dinasti politiknya. Namun plot twist lain bisa saja dilakukan oleh KPU yang memperpanjang masa pendaftaran mengingat jaring kekuasaan Presiden Jokowi telah ada di mana-mana.

Kedua, melalui putusan Majelis Kehormatan MK. Eksistensi Majelis Kehormatan MK dapat ditinjau melalui Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Pada Pasal 3 Ayat (3) PMK Nomor 1 Tahun 2023, diatur bahwa pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi diperiksa dan diputus paling lama 30 hari kerja sejak laporan dicatat dalam Buku Registrasi Laporan atau Temuan Pelanggaran Elektronik (e-BRLTP). Batas waktu itu dapat diperpanjang paling lama 15 hari kerja berdasarkan ketentuan Pasal 3 Ayat (4). Artinya, terdapat jangka waktu maksimal 45 hari kerja sejak laporan diterima, dan bila mengukurnya berdasarkan konferensi pers yang akan dilakukan Senin (23/10/2023), maka tenggat waktu pemeriksaan etik terhadap Anwar harus diputus maksimal pada hari Jumat tanggal 22 Desember 2023.

Sementara, bila Gibran tetap mendaftar mendampingi Prabowo dalam rentang waktu tersisa, koalisi akan benar-benar terancam. Sebab merujuk Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman, kasus etik yang menyandung Anwar Usman bukan persoalan sepele dan sangat berpotensi melahirkan efek sistemik bukan hanya pada Gibran, namun juga berimbas pada Koalisi Indonesia Maju.

Jamak diketahui bahwa Anwar telah melanggar prinsip ketakberpihakan (lihat https://garak.id/artikel/keluarga-cemara-dalam-putusan-mahkamah-konstitusi/). Dalam hal penegakan kode etik hakim, Pasal 17 Ayat (6) UU Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dinyatakan tidak sah dan terhadap Anwar dikenakan sanksi administratif, bahkan pidana. Akibatnya Pasal 17 Ayat (7) mengharuskan perkara uji konstitusionalitas Pasal 169 huruf q UU Pemilu harus diperiksa kembali dengan susunan Majelis Hakim Konstitusi yang berbeda.

Bila langkah Gibran ditekel putusan Majelis Kehormatan MK, batas waktu pengusulan penggantian pasangan calon harus dilakukan dari tanggal 26 Oktober hingga 7 November 2023. Proses yang kemudian melalui tahapan pemeriksaan kesehatan, verifikasi dokumen administratif hingga pemberitahuan hasil verifikasi, berakhir pada tanggal 12 November 2023. Tahapan ini dilanjutkan penetapan dan pengumuman pasangan Capres dan Cawapres di tanggal 13 November 2023, dan ditutup dengan penetapan nomor urut pada tanggal 14 November 2023.

Kalkulasi waktu Majelis Kehormatan MK untuk memutus laporan yang malampaui seluruh tahapan pendaftaran Capres dan Cawapres merupakan ancaman nyata bagi koalisi. Sebab bila Majelis Kehormatan memutus Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etik, maka bukan hanya Gibran yang terkena dampak, seluruh partai dalam Koalisi Indonesia Maju bisa tenggelam karena melewatkan batas waktu pendaftaran Capres dan Cawapres. (*)

About author

Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas dan Manajer Riset LBH Pers Padang.
Related posts
Artikel

Biennale yang Dikecam, Diamuk, dan Dirindukan: Telaah Arsip 50 Tahun Jakarta Biennale (Bagian Pertama) 

Artikel

Apakah Kita Masih Perlu Partai Hari Ini?

Artikel

“Mahaden”: Menjembatani Subjek dan Etnografi

Artikel

Orkes Taman Bunga dan Narasi Timpang WTBOS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *