Artikel

Kritik dan Eksistensi Teori

Pada sebuah konferensi yang dihadiri oleh para cerdik cendikia di bidang hukum, politik, pemerintahan serta berbagai bidang lainnya, saya sempat “disentil” oleh seorang pemapar. Sentilan itu langsung disampaikan setelah yang bersangkutan memperkenalkan diri dan menyampaikan judul pemaparannya.

Menurut yang bersangkutan, teori yang beliau gunakan jauh lebih baru daripada yang saya gunakan dalam membahas topik yang tengah dibahas bersama dalam satu panel konferensi. Dalam satu panel tersebut, fakta objektif atau bentangan empiris permasalahan (das sein) yang digunakan sama sebagai dasar merumuskan masalah yang dibahas bersama-sama oleh setiap pemapar.

Sentilan yang ditujukan langsung kepada saya memang membuat saya tersentak. Sebab, seketika selesai memperkenalkan diri dan menyampaikan judul makalah yang ditulis, beliau langsung berangkat dengan bantahan teori yang saya gunakan. Tanpa penjelasan permulaan apapun.

Saya mengamati dan mencerna baik-baik setiap kata yang disampaikan sejak nama saya disebut. Khususnya alasan kenapa kebaruan teori yang digunakan oleh yang bersangkutan menjadi sangat penting dan lebih relevan daripada yang saya gunakan. Sehingga dengan sengaja disebutkan untuk menganulir teori yang saya pakai tanpa penjelasan permulaan apapun.

Sayangnya, saya terlanjur beharap terlalu tinggi untuk sebuah penjelasan. Sebab alasan kebaruan teori yang digunakan itu sama sekali tidak terjelaskan hubungannya dengan upaya menjawab permasalahan penelitian serta kesimpulan yang ditemukan. Kalaupun disebut berulang kali kenapa teori yang digunakan yang bersangkutan itu lebih tepat, dalam pengamatan saya penjelasan tersebut sumbang. Bahkan lebih kepada melompat yang membuat hubungan antara teori dan penjelasan terpisah oleh jarak yang lumayan jauh.

Sebagaimana penggunaan teori dalam menjawab permasalahan, ia dipakai sebagai pisau analisis untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sehingga jawaban atas kenapa “teori a atau teori b” yang digunakan adalah perihal relevansi. Seberapa relevankah teori tersebut dipakai untuk menjawab permasalahan. Bukan persoalan baru atau lama. Kecocokan tidak bersandar atas waktu. Sekalipun ada hasil penelitian terbaru yang melahirkan teori baru.

Teori lama tidak otomatis harus dibuang ke keranjang sampah oleh karena telah ada teori baru. Selemah-lemah iman, sekalipun ia tidak akan dipakai utuh –yang dapat diambil dari teori lama adalah metode yang membuat teori itu dapat lahir. Sehingga jangan heran, misalnya sebuah penelitian yang menggunakan “teori a” untuk menjawab persamalahan penelitiannya justru pada kesimpulan penelitiannya membantah “teori a” tersebut. Entah sebagian atau keseluruhan.

Sebaliknya, sekalipun teori yang dipakai sangat berusia tua, penelitian terbaru bisa saja mempertegas teori tua tersebut. Sehingga memperkuat keberadaan teori tua sebagai teori yang masih layak digunakan untuk menjawab pertanyaan pada saat  penelitian baru tersebut dilaksanakan.

Kunci penggunaan teori ialah seberapa dekat keterkaitannya dengan das sein yang nanti harus dijawab dalam pertanyaan penelitian. Fungsinya ialah membantu menganalisis permasalahan sesuai dengan hipotesis awal yang telah dibangun. Sehingga temuan serta pemecahkan masalah boleh dikatakan diperkirakan mendapatkan hasil yang paling maksimal.

Kritik sebagai upaya penyelidikan atau penelitian tidak terlepas daripada aspek teori. Sadar ataupun tidak setiap kritikus sebelum melancarkan kritik, telah menentukan teorinya. Bisa saja teori yang memang berdasar pada hasil penelitian ilmiah yang mumpuni atau teori yang dibangun sendiri secara seketika –mungkin bisa kita sebut saja teori-teorian.

Di sini saya sengaja tidak memberikan definisi khusus atau menempatkan teori yang terikat dengan definisi-definisi tertentu. Selain karena teori adalah generalisasi atas konsep-konsep. Sementara konsep adalah generalisasi atas fakta-fakta atau fenomena-fenomena.

Dengan begitu, penggunaan teori dalam sebuah kritik atau penelitian ia tetap bergantung pada sudut pandang atau hipotesis awal yang dibangun. Kuncinya tetap pada relevansi teori dengan masalah dan pertanyaan kritik atau penelitian yang hendak dijawab. Semuanya bergantung pada kekuatan argumentasi yang menjelaskan kenapa “teori a” lebih tepat daripada “teori b”.

Kecermatan dan ketelitian melihat das sein akan sangat membantu memudahkan dalam menentukan teori yang tepat. Sebaliknya, kekayaan literatur teori akan memudahkan dalam melihat lebih cermat serta teliti das sein. Keduanya tidak ada yang berjalan sendiri. Ketika keduanya berjalan beriringan, penelitian atau kritik yang dihasilkan sudah setengah jalan menuju holistik, komprehensif, objektif, universal dan bernas. Bahkan bisa memiliki umur panjang secara konteks.

Ilustrasi oleh Talia Sartika Bara

Related posts
Artikel

Biennale yang Dikecam, Diamuk, dan Dirindukan: Telaah Arsip 50 Tahun Jakarta Biennale (Bagian Pertama) 

Artikel

Apakah Kita Masih Perlu Partai Hari Ini?

Artikel

“Mahaden”: Menjembatani Subjek dan Etnografi

Artikel

Orkes Taman Bunga dan Narasi Timpang WTBOS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *