Artikel ini ditulis oleh E. B. Kielstra. Diterbitkan pertama kali pada 1887 dalam Bijdrage tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch Indie No. 36 tahun 1887, hal. 7-163 dengan judul asli “Sumatra’s Westkust van 1819-1825″. Diterjemahkan oleh Novelia Musda dan diterbitkan Garak.id untuk tujuan pendidikan non-komersil.
BAGIAN KETUJUH
Usulan-Usulan du Puy dan Raaff tentang regulasi-regulasi yang dibutuhkan Sumatera Barat—Advis Direktur Pendapatan Lokal dan Pajak Langsung—Keputusan Pemerintah Pusat dan penentuan aturan-aturan provisionil pada pemerintahan di pedalaman dan aturan finansial—Du Puy berangkat ke Eropa dan Raaff ditunjuk sebagai pengganti—Sejauh mana Raaff menerima instruksi-instruksi yang diberikan?
Usulan-usulan tentang aturan-aturan yang dibutuhkan untuk Sumatera Barat yang dikirim du Puy dan Raaff bersama-sama pada surat tanggal 1 September 1823 Nomor 194, dapat kita ketahui dari resume yang disebut dalam resolusi Gubernur Jenderal pada Raad, tanggal 4 November 1823 Nomor 18. Bagian ini sangat penting, baik pertimbangan-pertimbangan yang mendasari maupun kebijakan-kebijakan yang akhirnya diambil; dari yang terakhir ini kita bisa melacak pandangan-pandangan apa pada waktu itu yang diambil Pemerintah Hindia Belanda, setidaknya sebagaimana diterangkan oleh Raaff pribadi. Meskipun demikian, akibat dari kejadian-kejadian lanjutan, khususnya kematian mendadak dari Raaff (17 April 1824), regulasi-regulasi yang diberikan dalam resolusi tersebut akhirnya nyaris tak terwujud, kita kutip saja bagian itu di sini in extenso (kata per kata).[1]
No. 18 Extract dari Register der Handelingen en Resolutiën van den Gouvernur-Generaal in Rade
Batavia, 4 November 1823
Terbaca:
a. Satu surat resmi dari Residen Padang dan Letnan Kolonel Raaff, komandan ekspedisi pedalaman di sana, di tanggal 1 September yang lalu Nomor 194 di mana, untuk pemenuhan poin-poin dalam resolusi 8 April kemarin yang meminta mereka menyampaikan konsiderasi dan saran kepada Pemerintah:
1. “Mengenai tempat-tempat di pedalaman Sumatera di mana benteng-benteng sebaiknya didirikan dan di mana pejabat-pejabat sipil ditempatkan,” bahwa benteng-benteng di Pagaruyung, Tanjung Alam dan Gunung yang semuanya dipersenjatai dengan baik dan bekal logistik perang mencukupi, telah didirikan di daerah-daerah strategis dan dipandang siap menghadapi distrik-distrik kerajaan Minangkabau yang masih bermusuhan;
2. Bahwa untuk sementara waktu sebagai otoritas sipil pada tempat-tempat tersebut telah dikirim asisten residen dan sekretaris residensi Padang ke Pagaruyung, kepada yang bersangkutan ditugaskan mengurus pemerintahan sipil di seluruh distrik-distrik Kerajaan Minangkabau yang telah dikuasai Belanda setelah persetujuan Pemerintah Pusat, dan residen serta komandan militer sama-sama menominasi ambtenaar tetap di sana, dengan nama asisten residen untuk Kerajaan Minangkabau, di samping sejumlah ambtenaar bawahan yang membantu;
Bahwa, menurut pandangan mereka, memperbaiki situasi terkini di daerah Tanah Datar, pada distrik-distrik berbatasan dengan Tanjung Alam dan Gunung, untuk tetap menempatkan otoritas sipil di tangan komandan militer, dan untuk membantunya ditunjuk juga sejumlah ambtenaar bawahan;
Bahwa sekaligus dipandang urgen di bagian Selatan wilayah pendudukan yang baru, disebut Tanah Datar di bawah dan juga Padang Gantiang atau Talawi, karena lokasinya banyak penduduk serta terletak di jalan penghubung utama, untuk menempatkan pos di sana dengan tujuan nantinya secara bertahap menanamkan pemerintahan di sana;
3. Bahwa mengenai permintaan Pemerintah untuk senantiasa menghormari norma dan kebiasaan penduduk Kerajaan Minangkabau sebagian sudah dipenuhi dan pencerahan-pencerahan yang diusulkan dalam proses penyempurnaan;
4. Bahwa sehubungan dengan Raja Muning dan Tuanku-Tuanku dari Pagaruyung dan Saruaso di mana sebelumnya diinstruksikan melakukan penyelidikan atas asal muasal keluarga kerajaan yang mereka klaim, tampaknya memang benar Raja Muning adalah pangeran penerus yang sah penguasa Kerajaan Minangkabau; dan pangeran ini juga, yang sekarang mungkin berada di Lubuk Jambi, atas permintaan yang disampaikan padanya menyampaikan bahwa karena usia senja dia tidak cenderung kembali ke Pagaruyung, tapi meminta, khususnya Pemerintah Belanda dapat menunjuk seorang pangeran untuk menjadi penguasa wilayah Minangkabau, dan pilihan hendaknya jatuh pada salah satu dari penerusnya yang sah, serta memberitahukan kepada Residen [du Puy] dan Komandan [Raaff] bahwa Tuanku Pagaruyung Sutan Alam Begagar Syah, satu-satunya keponakan yang masih hidup dari Raja Muning, paling berhak melanjutkan pemerintahan kerajaan, dan hal demikian juga akan menjadi keinginan dari pemimpin dan rakyat wilayah yang telah dikuasai Belanda itu sendiri;
Bahwa selanjutnya dari hasil penyelidikan asal muasal Tuanku-Tuanku Saruaso, kelihatannya mereka tidak punya hak menjadi penguasa dan bahkan tidak terkait dengan keturunan inti keluarga kerajaan; dan penduduk pada daerah yang telah tunduk meminta agar kedua Tuanku Saruaso dijauhkan dari memerintah wilayah Minangkabau;
5. Bahwa, mengenai distribusi akte penunjukan kepala-kepala pribumi, mereka keduanya berpendapat bahwa hanya untuk Raja bagi kerajaan Minangkabau, agar khususnya Pemerintah dapat mengotorisasi pemimpin demikian, melalui satu akte yang seharusnya ditanda-tangani langsung oleh Gubernur Jenderal; tapi untuk pemimpin-pemimpin pribumi lebih rendah diotorisasi oleh pemerintahan lokal tertinggi, dengan tujuan kepada pribadi Sang Raja diberikan penghormatan untuk menambahkan bawahan-bawahannya sendiri;
6. Bahwa akhirnya, sehubungan dengan introduksi dan penarikan belasting atau sewa, sebaiknya diperhatikan bahwa rakyat wilayah itu, yang baru-baru saja tunduk pada Pemerintah Belanda, sejauh ini sebaiknya tidak dibebankan pajak apa pun; jadi introduksi pajak di awal-awal selayaknya melalui cara paling simpel dan paling ringan, dan bagaimana pun juga hanya dipandang sebagai tes, untuk selanjutnya memperoleh pengalaman sejauh mana dampak dan efektivitasnya, agar bisa membuat ketentuan-ketentuan lebih solid; baik Residen [du Puy] maupun sang komandan militer [Raaff] berpendapat bahwa tujuan ini paling bagus dicapai dengan memperkenalkan suatu hoofdgeld[2] terhadap penduduk secara umum; bahwa hal ini dapat ditetapkan dengan menentukan satu gulden bagi tiap orang dewasa lelaki atau perempuan, yang kiranya tidak akan terlalu memberatkan; bahwa dengan perkiraan jumlah penduduk 800.000 ribu orang, di mana 3/5 di antaranya adalah anak-anak di bawah usia 16 dan mereka yang tidak produktif serta perlu dikeluarkan dari perhitungan, sehingga tinggal 2/5 yang masih akan menyumbang pendapatan besar bagi Negara; bahwa pajak ini sebagian bisa uang tunai, atau produk, atau tenaga kerja menurut satu tarif, setelah bermufakat dengan kepala-kepala pribumi sesuai situasi kondisi lokal; seterusnya untuk sewa yang dikenakan dapat dijatuhkan pada opium, penjualan tembakau, penjualan gambir, penyelenggaraan pasar-pasar, kegiatan sabung ayam, transportasi dan pengerjaan tambang-tambang besi di Trauwan [Turawan] dan Padang Luar; dan bahwa selain pajak ini akta-akta penunjukan kepala-kepala pribumi dapat juga kena bea materai dengan tarif tertentu, sesuai yang keduanya sarankan;
Hal-hal lain yang mereka usulkan adalah pada Raja Minangkabau–jika Pemerintah berkenan menanam jabatan dimaksud—memberikan penghasilan 200 gulden sebulan, dan kepada Bandahra Poetih [Bandaro Putiah] 50 gulden sebulan, di mana sebelumnya sampai sekarang baik Tuanku Pagaruyung tersebut maupun kedua orang Tuanku Saruaso mendapat 60 gulden sebulan, sementara Bandaro Putiah tidak mendapat apa pun.
b. Satu surat dari Direktur Pendapatan dan Pajak Nasional pada 27 Oktober yang lalu No. 58, yang memberikan konsiderasi dan advis atas surat Residen Padang dan Letkol Raaf disebut di atas, yang diminta oleh Sekretaris Pemerintah Pusat, dan di mana sekaligus diberitahukan permintaan Gubernur Jenderal, bahwa pada kesempatan ini dilakukan penyelidikan sarana-sarana paling pas untuk diterapkan agar kain linen Belanda semaksimal mungkin mengalir ke pulau Sumatra;
Kepada Direktur disampaikan bahwa menurut pendapatnya, misi yang diberikan padanya terutama untuk mendapat konsiderasi-konsiderasi Direktur tentang sistem pajak yang sebaiknya dipraktekkan pada koloni Belanda di Padang dan juga sebagian kerajaan Minangkabau yang sudah ditaklukkan, juga menunggu instruksi-instruksi terkait hal itu;
Bahwa sang Sekretaris, dalam rangka mendapat instruksi-instruksi yang diminta untuk menjawab permintaan itu, sesuai permintaan Gubernur Jenderal, juga memanfaatkan kesempatan hadirnya langsung Letnan Kolonel Raaff di Batavia; dan bahwa dia, sehubungan dengan berita-berita yang diterimanya dari perwira tinggi tersebut mengenai penduduk, budaya, pemerintahan lokal dan pajak-pajak yang masih berlaku di koloni ini, tampaknya situasi di mana empat item tersebut eksis dan telah berkembang di antara mereka, memiliki karakteristik bahwa penduduk telah cukup maju di jalan peradaban dan akrab dengan pemerintahan pribumi yang teratur, sehingga dia takkan ragu kemungkinan menanamkan otoritas Eropa segera ke tengah penduduk;
Bahwa, meskipun sekarang tidak ada pajak langsung, barangkali disebabkan penguasaan kaum Paderi dan kekacauan serta pertengkaran yang dibuatnya, dan meskipun menurut info-info yang diberikan kelihatannya sudah pasti bahwa tanah di sana adalah properti rakyat dan bukan raja; keadaan ini jauh dari menjadi hambatan introduksi pajak tanah, tapi justru menjadi alasan mengapa pajak tersebut dapat diterapkan sebelum pajak-pajak lainnya, khususnya ketika menimbang keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh penduduk dengan meningkatnya budi daya dan pemerintahan pribumi yang rapi; sangat disayangkan situasi menguntungkan ini tidak dimanfaatkan selain hanya untuk memperkenalkan pajak kepala pagi penduduk; suatu pajak, yang selain rentan akan ketidakpastian dan perubahan, sehingga tidak mungkin dijadikan sandaran karena dianggap sama membebankan bagi seluruh rakyat; bahwa sebaliknya, jika bisa dibuktikan bahwa sumber paling pasti dari kemakmuran dan kekayaan suatu wilayah hanya dapat ditemukan pada agrikultur, maka tak dapat diragukan lagi pada daerah dimaksud yang hanya bergantung pada pertanian dapat secara sah menjadi subjek pajak atas tanah, yang bisa dilihat sebagai pajak paling pasti, paling tidak membebani dan sekaligus paling menguntungkan;
Atas dasar-dasar itu Direktur memutuskan sistem pajak yang disebut terakhir untuk wilayah koloni Padang dan merekomendasikan satu regulasi provisionil tentang pemerintahan pribumi dan aturan finansial untuk Padang dan Minangkabau, dihimpun dari berbagai aturan yang sekarang efektif di Jawa dan dapat diterapkan di Padang, dengan tujuan semaksimal mungkin ketentuan-ketentuan yang seragam diterapkan di mana-mana; satu-satunya bahasan paling menarik yakni di mana dia menyebut ada hal yang dapat menyimpang dari regulasi tersebut, yakni administrasi justisi dan memperluas pengecualian tersebut utamanya untuk mengantisipasi penundaan-penundaan yang akan dialami administrasi itu karena diasingkan dari Hoog Gerechtshof[3] danRaad van Justitie[4]; selanjutnya pemikiran bahwa sistem ini tentu menuntut lebih banyak pegawai dan ongkos lebih besar, dapat dicari solusinya dengan menimbang keuntungan-keuntungan lebih besar yang meskipun tidak segera tapi nanti pasti akan tampak hasilnya; dengan memperhatikan, biaya-biaya ini dapat dengan mudah diambil dari kas residensi, terlebih jika bisa diasingkan dari pendapatan Kerajaan Minangkabau; seterusnya setelah menerima informasi tentang regulasi provisionil tersebut Letnan Kolonel Raaff menyampaikan tidak memiliki reservasi atau keberatan yang akan menjadi penghalang pelaksanaan hal itu.
Kemudian Direktur akhirnya diminta untuk memberikan pandangan dan advis selanjutnya mengenai introduksi kain linen Belanda di Sumatera….(dst);
Selanjutnya olh Gubernur Jenderal diberitahukan bahwa setelah diterimanya laporan dari Direktur Pendapatan dan Pajak Nasional, dia mengirim satu ekstrak laporan tersebut serta lampiran konsep-regulasi khususnya tentang pengadilan dan polisi dalam renvoi tanggal 19 Oktober yang lalu kepada Pengadilan Tinggi, untuk meminta konsiderasi dan advis segera, sebab tentang itu belum dilaporkan oleh Pengadilan; bahwa dia selanjutnya mengenai usulan dari Direktur tersebut untuk memperkenalkan sistem wilayah pada koloni kita di Sumatera Barat, dia telah bicarakan dengan Letnan Kolonel Raaff yang sedang hadir di ibukota, dan menerima jaminan dari perwira tinggi tersebut bahwa tidak hanya tidak ada reservasi atau keberatan dari yang bersangkutan atas usulan Direktur tersebut, tapi bahkan karena tiadanya pengetahuan yang cukup tentang sistem serupa di tanah Jawa yang menghalanginya dan residen Padang mencoba memperkenalkan yang serupa ke wilayah Padang; bahwa seterusnya seluruh penduduk, sepanjang mereka telah tunduk pada otoritas Belanda, meskipun tidak biasa memberikan hasil produksi untuk kas daerah, tapi tetap menanti introduksi pajak, mengakui kebutuhan dan keabsahan pajak tersebut, dan juga telah siap menerimanya sukarela—asalkan tidak begitu berat dan menekan—dan karenanya tidak ada kesulitan jika dicoba dengan mengenakan pajak tanah terlebih dulu.
Dan kemudian dipertimbangkan dengan lebih matang mengenai ketentuan-ketentuan tentang justisi dan polisi dalam konsep regulasi yang ditawarkan, di mana menjadi catatan bahwa pada sejumlah koloni di Hindia Belanda regulasi-regulasi provisionil dirancang oleh otoritas sipil tertinggi di masing-masing tempat tersebut dan selanjutnya diterapkan setelah persetujuan lebih lanjut, dan untuk itu harus melalui konsiderasi-konsiderasi dari Peradilan Tinggi; bahwa tentang sejauh mana ketentuan-ketentuan yang dimaksud dapat diterapkan, meskipun dalam beberapa bagian berbeda dengan yang berlaku di Jawa dan tempat lainnya, dan secara provisionil dan final sedapat mungkin mengakselerasi dan memfasilitasi administrasi pengadilan di wilayah pendudukan Padang, kecuali ada perubahan atau revisi setelah resolusi-resolusi selanjutnya seandainya Pengadilan memberikan keberatan-keberatan yang beralasan;
Hal yang ditemukan dan dipahami:
Pertama. Jika menyangkut pendapat umum dalam pertemuan tersebut, Pemerintahan Pusat sejalan dengan konsiderasi-konsiderasi dari Direktur Pendapatan dan Pajak Lokal sesuai dengan surat resmi tanggal 27 Oktober yang lalu No. 58, sehubungan dengan sistem pajak yang akan diterapkan di koloni Sumatera Barat, di mana sekarang situasinya pajak resmi atas tanah adalah yang dipandang paling regular dan paling tidak memberatkan bagi penduduk. Dan itu sesuai dengan tujuan-tujuan baik Pemerintah di mana penerapan pajak dimaksud pada wilayah itu dijadikan suatu model eksperimentasi, meskipun tetap fleksibel terhadap perubahan-perubahan yang dalam pengalaman nanti dianggap berguna atau niscaya.
Kedua. Berdasarkan hal tersebut maka diputuskan sebagai berikut:
Regulasi Provisionil atas Pemerintahan Internal dan Regulasi Finansial di Residensi Padang Darat dan Sekitarnya:
I. Tentang Pembagian Wilayah
Artikel 1
Koloni Yang Mulia Raja di pantai Barat Sumatera, khususnya residensi Padang dan sekitarnya akan dibagi dalam afdeling-afdeling[5] utama (hoofdafdeeling) sebagai berikut:
- Hoofdafdeling Padang
- Hoofdafdeling Minangkabau
Hoofdafdeling Padang dibagi dalam empat regentschap[6]:
- Padang
- Pariaman
- Pulau Cingkuk
- Air Haji
Hoofdafdeling Minangkabau juga dalam empat regensi:
- Tanah Datar
- Tanah Datar di Bawah
- Agam
- Limapuluh Kota
Artikel 2
Setiap regensi akan dibagi ke dalam:
- Laras atau Districten
- Kampung atau Dorpen (Nagari)
- Gehuchten (Kampung Kecil)
Artikel 3
Permbagian atas districten, dorpen dan gehuchten diserahkan kepada Residen dengan persetujuan lebih lanjut dari Gubernur Jenderal.
Sang Residen juga akan melanjutkan pembagian wilayah yang sekarang ada semaksimal mungkin, dan menyampaikan perubahan atau perbaikan dari pembagian utuh tersebut kepada Gubernur Jenderal yang menurut pengalamannya berguna atau niscaya untuk peningkatan pertanian, perdagangan dan keadaan-keadaan lainnya.
II. Tentang Otoritas Lokal, khususnya Residen
Artikel 4. Pemerintahan umum dijalankan oleh seorang Residen, dengan titel Residen Padang dan Sekitarnya.
Artikel 5. Kepada Residen tersebut diperbantukan seorang sekretaris, serta sejumlah asisten residen atau pemegang kuasa, bersama dengan sedikit mungkin ambtenar Eropa atau pribumi yang dipandang cukup untuk manajemen pemerintahan yang efektif dan yang kemudian akan ditentukan.
Artikel 6. Residen, Asisten-Asisten Residen, bersama sekretaris tunduk dan terikat—apabila tidak diizinkan adanya pengecualian-pengecualian—serta secara penuh bertindak sesuai dengan regulasi pemerintahan internal serta regulasi finansial di Jawa, sebagaimana ditentukan oleh keputusan Komisaris Jenderal tanggal 9 Januari 1819 No. 3 (Lembaran Negara No. 16).
III. Tentang Regen-Regen Pribumi dan Kewajiban-Kewajiban Mereka
Artikel 7. Pada masing-masing hoofdafdeling Padang dan Minangkabau akan ditunjuk seorang hoofdregent; hoofdregent tersebut menyandang titel:
Hoofdregent Minangkabau, bertitel Raja Alam Minangkabau
Hoofdregent Padang, bergelar Tuanku Panglima
Artikel 8. Masing-masing hoofdregent tersebut juga menjadi regent, yang pertama sekaligus regent Tanah Datar, yang kedua regent Padang; regensi-regensi lain akan ditunjuk regent pribumi masing-masing, dan juga untuk setiap distrik dan kampung ditempatkan seorang kepala, yang titelnya nanti akan ditentukan oleh Residen sesuai kebiasaan daerah dengan persetujuan lebih lanjut.
Artikel 9. Seluruh hoofdregent dan regent dinominasikan dan ditunjuk oleh Gubernur Jenderal pada Raad, kepala-kepala distrik oleh Residen, dengan persetujuan Gubernur Jenderal; kepala-kepala nagari dinominasikan dan dikuatkan oleh Residen, setelah menurut adat lokal dipilih dan diajukan oleh perwakilan penduduk.
Artikel 10. Untuk pemangku jabatan hoofdregent Minangkabau senantiasa diprioritaskan pewaris terdekat dan sah dari tahta Kerajaan Minangkabau, sepanjang tidak ada pertimbangan-pertimbangan urgen untuk tidak memilih mereka.
Artikel 11. Dalam perkara-perkara menyangkut pemerintahan pribumi hoofdregent dan regent adalah anggota dewan terpercaya dari Residen. Residen memandang hoofdregent sebagai sesama saudara dan regent ibarat sebagai adik; hanya regent yang berada di bawah perintah langsung sang Residen.
Artikel 12. Hoofdregent juga memiliki kewenangan atas nama Residen, memberikan instruksi-instruksi kepada regent-regent di bawahnya.
Artikel 13. Hoofdregent dan regent tunduk dan terikat pada kewajiban-kewajiban sebagaimana diterapkan pada regent-regent di Jawa sesuai regulasi yang diputuskan dalam resolusi Gubernur Jenderal pada Raad tanggal 9 Mei 1820 No. 6 (Lembaran Negara No. 22), kecuali perubahan-perubahan tentang itu dituntut oleh situasi kondisi serta kebiasaan daerah.
Artikel 14. Titel dan posisi hoofdregent dan regent, apabila dibutuhkan akan ditentukan pada disposisi-disposisi Pemerintahan Pusat sesuai usulan ajuan Residen.
IV. Tentang Polisi dan Justisi
Artikel 15. Sekaitan dengan polisi dan justisi, Residen akan mengambil panduan dan semaksimal mungkin berupaya menerapkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Reglement op de administratie der politie en de crimineele en civiele rechtsvordering onder den inlander in Nederlandsch-Indië[7], termuat dalam keputusan Komisaris Jenderal tanggal 10 Januari 1819 No. 6 (Staatsblad No. 20).
Artikel 16. Residen diberikan otorisasi–sebagai salah satu jalan mengintroduksi aturan-aturan tersebut secara cepat dan efisien—untuk memberikan perubahan-perubahan atas Reglement tersebut, sesuai situasi kondisi lokal dan sarana-sarana yang dimilikinya, serta memberikan penilaian yang berguna dan urgen, dan dia selanjutnya memberikan usulan kepada Gubernur Jenderal tentang hal itu sesegera mungkin.
Artikel 17. Sementara itu, Residen secara tentatif dan sepanjang hal tersebut dimungkinkan, menunjuk salah satu asisten-Residen atau Sekretaris residensi untuk memimpin landraad (dewan daerah): secara provisionil persetujuan vonis atas kasus-kasus kriminal yang ditangani landraad diputuskan olehnya, dan karenanya–sejauh ketentuan tersebut tetap berlaku—vonis-vonis lain yang menurut artikel 127 Reglement harus dikirim keHoog Gerechtshof[8] untuk approbatie[9], yang karenanya diteruskan dahulu melalui Residen.
Artikel 18. Dalam kasus-kasus sipil Residen bisa di-appeal (dibanding), yakni pada kasus-kasus yang menurut artikel 137 dari Reglement banding kepada dewan-dewan pengadilan dibolehkan.
Artikel 19. Residen selanjutnya, secara sementara dan selama hal itu dibutuhkan, setiap tiga bulan menunjuk komite seorang ambtenaar yang kompeten, yang diberikan tugas menjalankan fungsi-fungsi sebagai hakim pidana, dan kepadanya juga ditambahkan seorang ambtenaar lain sebagai sekretaris, yang sekaligus menjalankan fungsi keuangan.
Artikel 20. Melalui persetujuan lebih lanjut dari Gubernur Jenderal, Residen dapat sementara menunjuk para asesor pada pengadilan pidana; baik dengan jaksa atau fiskal-fiskal pribumi, bersama penghulu atau ulama-ulama, sejauh yang dibolehkan.
Artikel 21. Residen juga secara provisionil dan sejauh hal tersebut dimungkinkan, berhak memiliki persetujuan atas vonis-vonis yang diputuskan pengadilan pidana, selain kasus-kasus lain yang menurut artikel 150 dari Reglement di bawah wewenang Pengadillan Tinggi. Namun, untuk ini dikecuali vonis mati, yang menurut bunyi artikel harus disampaikan ke Pengadilan Tinggi.
V. Tentang Keuangan
Artikel 22. Mengenai keuangan, Residen musti melihat sebagai tanggung jawab utamanya untuk mengintroduksi sebanyak mungkin pajak yang fair bagi seluruh penduduk residensinya atas kepemilikan tanah tanpa bangunan atau dengan bangunan, yang dimiliki oleh penduduk pribumi residensi.
Artikel 23. Sepanjang data yang cukup tentang luas wilayah, struktur tanah dan tingkat kesuburan lahan masih belum bisa diperoleh, sehingga hal-hal yang menjadi syarat tidak terpenuhi untuk di satu sisi, membuat efektif pengenaan pajak yang rutin, pasti dan valid dan di sisi lain, untuk mengatur secara personal pembayaran pajak terhutang dari tiap penduduk, pemilik lahan, maka pengenaan pajak atas kepemilikan lahan yang tidak dibangun (lahan budidaya) pada wilayah residensi dilakukan dengan cara kampung atau nagari.
Artikel 24. Pemungutan pajak selalu dilakukan dalam kurun satu tahun, dihitung dari pertama Januari hingga terakhir Desember, secara inkulsif.
Artikel 25. Mengenai jumlah, seperti juga mengenai cara pembayaran, musti dibicarakan secara mufakat dengan kepala atau tetua kampung.
Artikel 26. Pembicaraan dimaksud musti memperhitungkan luas dan tingkat kesuburan lahan, cara mengolah dan jenis budidaya, yang lazim dijalani oleh warga masing-masing kampung, serta perkiraan kondisi tanaman saat pemberlakuan pengenaan pajak, tingkat kesulitan yang disesuaikan situasi kondisi lokal dalam mengangkut hasil-hasil tanaman dari lahan dan ke tempat tujuan, dan juga tingkat pekerjaan, tingkat keuntungan yang penduduk dapat harapkan dari hasil pertanian, semua dilakukan dengan sangat fair dan sedapat mungkin menghindari komplain penduduk.
Artikel 27. Dalam hal itu Residen musti memperhatikan bahwa khususnya di tahun-tahun awal penerapan pajak dapat ditanggung tanpa keluhan oleh penduduk, kemudian perlahan membiasakan penduduk memberikan hasil-hasil lebih regular dan selanjutnya meningkatkan pajak yang sekiranya masih pantas, sesuai dengan semakin dirasakannya dampak baik perlindungan Pemerintah oleh penduduk, serta perkembangan budidaya, sebagaimana juga mekar dan meningkatnya kemakmuran internal memungkinkan mereka memberikan kontribusi lebih besar bagi kas Negara.
Artikel 28. Dalam kasus gagal panen luar biasa atau karena sebab keadaan-keadaan di luar kendali, Residen bisa memberikan remisi (pemotongan) sebagian atau seluruh nilai pajak yang dipungut; dan Residen juga memiliki hak meminta penjelasan kepala-kepala negeri sesegera mungkin tentang kejadian gagal panen atau terjadinya hal-hal di luar kendali, yang menurut sifatnya bisa diselidiki lebih lanjut.
Tanpa penjelasan memadai remisi tidak bisa diberikan.
Artikel 29. Sepanjang pengenaan pajak dilakukan menurut kebiasaan negeri, remisi juga tidak diatur terpisah, tapi juga dilakukan dengan kebiasaan tersebut. Karena itu, dalam kasus gagal panen, hal ini dihimpun dan dihitung secara keseluruhan kampung.
Artikel 30. Dalam hal pungutan pajak, jumlah yang dikenakan akan dikembalikan dan dibagi-bagi oleh kepala-kepala dan tetua-tetua kampung, dan juga jumlah pajak yang khusus diserahkan oleh masing-masing individu juga diatur sedemikian.
Artikel 31. Kepala-kepala dan tetua-tetua kampung juga melakukan pengenaan pajak secara fair dan tanpa keberpihakan. Residen, setidaknya pada awal-awal, akan membantu mereka mengatur pengenaan pajak tersebut dengan memberikan pertimbangan dan informasi, dan selanjutnya memantau agar tidak terjadi pelanggaran dalam hal ini.
Residen berhak mengajukan pertanyaan yang terkait dengan hal itu.
Artikel 32. Para kepala dan tetua pribumi pada masing-masing kampung tidak boleh mengambil keuntungan dari pungutan pajak dengan nama apa pun juga, dilarang juga mengambil lebih dari pajak yang dikenakan. Jika melakukan itu, maka dia dipandang sebagai tukang peras serta bisa dihukum.
Artikel 33. Hak milik lahan, seperti yang ada sekarang, akan diakui dan diproteksi; tapi tidak ada tanah, yang menjadi hak milik siapa pun juga, bisa dibebaskan dari pengenaan pajak.
Artikel 34. Para penduduk pribumi yang bukan petani langsung akan dikenakan pajak kepemilikan bangunan (perumahan), dan tidak dipungut pajak lahan tidak dibangun (lahan budidaya); tapi pajak tersebut tidak termasuk pajak yang diserahkan oleh orang-orang Cina ataupun warga asing lainnya, sebab pajak untuk yang disebut terakhir akan diperkenalkan setidaknya dalam bentuk provisi/komisi, yang beda dari tanggungan perumahan pribumi.
Artikel 35. Perumahan yang menanggung pajak secara personal akan diatur menurut posisi, pekerjaan dan kemampuan/ harta yang terlihat secara kasat mata dari penduduk pemilik yang dikenakan. Untuk tujuan ini, rumah-rumah atau kediaman-kediaman setiap tahun dicatat dan dibagi dalam tiga atau jika perlu lebih dari tiga macam kelas. Pajak paling tinggi enam gulden dan paling rendah satu gulden setahun.
Artikel 36. Untuk melakukan observasi dan kontrol atas metode-metode yang ditetapkan akan ditunjuk seorang kolektor dengan sub-sub kolektor pribumi, juga sejumlah pengawas yang cakap untuk pendapatan-pendapatan daerah. Sub-sub kolektor sebisa mungkin hendaklah dipilih dari keluarga-keluarga pribumi yang paling kompeten, dengan secara khusus memperhatikan kepantasan dan kejujuran mereka.
Artikel 37. Kolektor, sub-kolektor dan para pengawas pendapatan lokal, dalam menjalankan tugas-tugas mereka, sedapat mungkin akan terikat pada instruksi provisionil untuk para ambtenaar dan pegawai-pegawai administrasi, para kolektor dan control sewa tanah di Jawa, sebagaimana disebutkan dalam keputusan Komisaris Jenderal tanggal 13 Juli 1818 No. 2 (Staatblad No. 49).
Artikel 38. Para kepala pribumi bertanggung jawab atas jumlah pajak yang dikenakan dan senantiasa mengawasai pajak-pajak terhutang memang dibayar oleh yang berkewajiban; mereka juga bertanggung jawab memberikan penjelasan atas kekurangan bayar kepada pengawas pendapatan lokal yang berada dalam resor mereka.
Artikel 39. Pembayaran pajak bisa dalam bentuk uang atau produk, sesuai pilihan subjek pajak. Pengenaan pajak pada setiap kampung akan diinformasikan dan dicatat dalam register nilai harga dari produk-produk tertentu yang akan diterima; harga tersebut diatur sedemikian sehingga subjek pajak lebih memilih membayar dalam bentuk uang.
Artikel 40. Khusus jika ada kebutuhan untuk menerima dan mengatur pembayaran pajak dalam bentuk produk untuk membangun gudang-gudang sebanyak mungkin di sekitar nagari dengan maksud mempermudah penduduk, kemudian menunjuk pengawas gudang tersebut, yang dalam menjalankan tugasnya berpedoman kepada instruksi tanggal 13 Juli 1818 yang disebut sebelumnya.
Artikel 41. Tidak ada yang lain selain sub-kolektor pribumi yang akan melakukan penghimpunan dan penerimaan pajak dari kepala-kepala kampung. Orang yang melakukan demikian akan dipecat dari pekerjaannya dan akan dihukum menurut aturan-aturan yang berlaku.
Artikel 42. Para kepala kampung/nagari hendaknya menyerahkan pajak yang diterimanya dari penduduk dalam waktu tertentu (ditentukan secara lokal) kepada sub-kolektor. Kepala yang berulang-ulang melewati waktu akan segera dipecat dan mereka yang mengasingkan sebagian atau menggunakan untuk dirinya akan dihukum sebagai pencuri.
Artikel 43. Para kepala negeri hendaknya, atas tugas menghimpun dan tanggung jawab mengelola uang serta mengatur urusan internal kampung dengan semestinya, akan mendapat penghasilan delapan dan sepertiga persen atau satu dubbeltje[10] dari setiap gulden dari jumlah yang disetor oleh daerah melalui mereka terhadap pajak yang ditentukan.
(Demikian cuplikan resolusi Gubernur Jenderal pada Raad tanggal 4 November 1823 No. 18)
Ketiga. Menetapkan bahwa para ambtenaar, setidaknya yang sedang berdinas di Padang dan di Minangkabau, secara sementara dan sampai nanti diputuskan kembali, dijadikan bawahan dari Residen; dan selanjutnya didisposisikan penunjukan ambtenaar JG Landré, kini sekretaris dan fiskal pada pengadilan pidana di Batavia, dan WJ Waterloo, kini Komisi Satu pada inspeksi finansial di afdeeling Semarang, masing-masing memperoleh gaji 500 gulden sebulan.
Keempat. Memberi wewenang Residen Padang dan Sekitarnya, secara provisionil dan dengan persetujuan lebih lanjut dari Gubernur Jenderal, menunjuk ambtenaar-ambtenaar lainnya dan mengarahkan penempatan-penempatan mereka dan pejabat yang disebut di artikel sebelumnya, sejauh yang dipandang berguna dan urgen. Dia selanjutnya sesegera mungkin menyampaikan kepada Gubernur Jenderal gambaran struktur organisasi definitive dari seluruh ambtenaar di residensinya.
Kelima. Menentukan bahwa hoofdregent-hoofdregent, yang disinggung pada artikel 9 dari Reglement, masing-masing akan menikmati gaji 300 – 400 gulden sebulan, yang selanjutnya akan ditetapkan oleh Residen dengan persetujuan lebih lanjut, dan selanjutnya pendapatan dari regent dan kepala-kepala distrik akan diatur sesuai presentasi dari Residen.
Keenam. Menunjuk sebagai hoofdregent Minangkabau Tuanku Pagaruyung yang sekarang, Sutan Alam Begagar Syah, dan sebagai hoofdregent Padang Tuanku Pangliman main [sic!] alam Shah, dan akta penunjukan sehubungan dengan hal itu akan diserahkan.
Ketujuh. Memberi tugas Residen Padang dan sekitarnya, dalam rangka melengkapi jabatan regent-regent, baik tentang titel-titel atau status-status yang paling pantas dicantumkan pada hoofdregent-hoofdregent dan regent-regent, demikian juga keadaan dan pengaruh mereka beserta keluarga, disampaikan dalam bentuk presentasi rekomendasi kepada Gubernur Jenderal, dan hendaknya dia juga semaksimal mungkin mengakomodir adat daerah yang telah berlaku lama sekaitan dengan ketentuan-ketentuan yang muncul dalam Reglement tentang kewajiban-kewajiban, titel dan status regent-regent di pulau Jawa (Staatsblad 1820 No. 22).
Kedelapan. Menetapkan bahwa seluruh pajak, baik langsung atau tidak langsung, yang sekarang berlaku di residensi Padang, sepanjang tidak bertentangan atau merugikan dengan pajak atas kepemilikan lahan budidaya atau lahan perumahan yang diintroduksi dalam Reglement yang disebut di atas, secara sementara masih tetap dilakukan, dan hendaknya Residen sesegera mungkin menyampaikan usulan perubahan atau perbaikan yang dipandang berguna dalam pajak-pajak tersebut, dengan tetap memperhatikan kepentingan penduduk di satu sisi serta kepentingan Negara pada sisi lainnya,
Ekstrak, dst
===
Dalam pertemuan yang sama di mana resolusi di atas diputuskan, Gubernur Jenderal menyampaikan kepada Raad van Indië bahwa Residen du Puy mengajukan cuti ke Eropa “dengan alasan kesehatannya yang menurun.”
“Atas hal itu menimbang dan memperhatikan jasa-jasanya yang banyak, sebagaimana ditunjukkan oleh Letnan Kolonel Raaff dalam posisinya sebagai komandan ekspedisi di pedalaman Padang, dan juga dibuktikan oleh pengetahuannya yang mendalam tentang situasi kondisi dan karakter penduduk pribumi di bagian Sumatera Barat tersebut selama dia memegang otoritas sipil di Pagaruyung,” demikian terbaca dalam resolusi Gubernur Jendeal pada Raad tanggal 4 November 1823 No. 19—kemudian du Puy diberhentikan “dengan hormat” dan jabatannya digantikan Raaff.
“Untuk menunjukkan rasa puas Pemerintah,” maka kepada yang bersangkutan juga diberikan gratifikasi/tanda terima kasih 6.000 gulden,” atas tugasnya menjabat sebagai otoritas sipil di Pagaruyung.”
Sejauh mana Raaff, sebelum dia pada 23 November 1823 kembali ke Padang, diberikan instruksi-instruksi khusus tentang langkah-langkah selanjutnya untuk melanjutkan tampuk kekuasaan di sana?
Lange memberi tahu[11] bahwa Raaff diberikan misi, sekaitan dengan informasi-informasi yang diterima, untuk mengupayakan “pemulihan dan konsolidasi perdamaian di pedalaman Padang melalui negosiasi-negosiasi, dengan senantiasa mengambil sikap defensif, dan kemudian hanya menggunakan kekuatan bersenjata apabila sudah menyangkut kepentingan langsung yang sifatnya prinsip atau menyinggung martabat Pemerintah,” dan de Waal mengutip langsung kata-kata ini.[12]
Dalam resolusi Pemerintah Hindia Belanda pada saat ini tidak ada dibahas tentang pemberian instruksi khusus sedemikian, dan dari sejumlah data yang kami temui, kami jadi sangsi apakah kepada Raaff memang diberikan misi tersebut. Kami lebih cenderung berpendapat bahwa Pemerintah yang telah percaya sepenuhnya pada kebijakan Raaff, memberikannya independensi untuk melakukan apa pun yang dianggap urgen dengan kekuatan pasukan yang ada; tapi sudah jelas segala otoritas, baik Raaff maupun Jenderal de Kock serta Gubernur Jenderal, sama-sama menginginkan tujuan tersebut–terciptanya kedamaian di Padang Darat—bisa didapat melalui negosiasi daripada melalui kekuatan bersenjata.
Data-data yang menurut kami mendatangkan keraguan tentang keakuratan dari informasi Lange sebagai berikut:
1. Satu surat tertanggal 4 Desember 1823 No. 260, dari Gubernur Jenderal kepada Menteri Pendidikan Umum, Industri Nasional dan Koloni, sehubungan dengan suubjek tersebut hanya menyampaikan hal ini:
“Bahwa Letnan Kolonel Raaff, yang kini ditunjuk sebagai Residen dan Komandan Militer Daerah Padang dan Sekitarnya, pada 23 November yang lalu telah bertolak dari Batavia ke Padang, dengan membawa tambahan personil untuk melengkapi detasemen di bawah komandonya dan juga hal-hal yang dirasa perlu untuk memenuhi material dan perbekalan. Kembalinya Raaff ke Padang dengan tambahan kekuatan tentu akan memperoleh dampak bagus baik bagi kawan maupun lawan, untuk menambah semangat di satu sisi dan untuk menanamkan kesan yang kuat di sisi lain. Penanaman kekuasaan kita secara damai di sana rasanya pantas dinantikan.”
2. Dalam satu surat tertanggal 2 November 1824 No. 245a dari Gubernur Jenderal kepada Menteri yang sama, di mana setelah menyampaikan informasi tentag pertempuran pada 17 Juli 1824 dan beberapa kata pujian terhadap Raaff yang 17 April tahun yang sama sudah meninggal dunia, ditulis sebagai berikut:
“Sudah jelas bahwa dengan situasi kondisi sedemikian tidak banyak yang bisa diharapkan dengan introduksi pemerintahan” (menurut resolusi 4 November 1823 No. 18)…” dan bahwa dari situasi yang paling ekstrim akhirnya permusuhan kita dengan kaum Paderi bisa mandeg, sebab mereka tetap bersikukuh dengan sikap yang sekarang, terus nekad menghadapi pasukan kita dan mengangakan jurang yang semakin susah ditutupi, di dalam mana kekuatan kita pelan-pelan bisa terjebak”…
“Pilihan tentang siapa penerus Letnan Kolonel Raaff sangat penting dan juga pelik. Untuk menunjuk seorang person yang memadukan kebijaksanaan dan pertimbangan dengan kecakapan mengendalikan pasukan perang dan untuk, di mana dia dengan sikap tenang merasa tidak ada lagi pilihan, memanfaatkan secara streng berapa pun jumlah personil yang tersedia.”
Bahkan pada November 1824, di mana Pemerintah Pusat selalu lebih cenderung memprioritaskan perdamaian dibanding setahun sebelumnya, tidaklah mengemuka tuntutan untuk “mengambil sikap defensif”. Bagaimana bisa diterima bahwa instruksi-instruksi kepada Raaff seperti yang disampaikan oleh Lange?. (*)
(Bersambung ke Bagian VIII)
Catatan Kaki:
[1] Agak aneh Jenderal de Stuers dalam karyanya yang sering kita kutip tidak menyebut apa pun tentang resolusi tersebut.
[2] [Penerj.: pajak kepala]
[3] [Penerj. Pengadilan Tinggi]
[4] [Penerj. Dewan Pengadilan]
[5] [Penerj. Afdeling (jamak: afdeelingen) secara harfiah berarti distrik/ departemen/ bagian. Di sini kata afdeling dipertahankan karena menyangkut unit pemerintahan yang khusus, seperti juga regentschap, hoofdafdeling, dst]
[6] [Penerj. = regensi, kira-kira seperti kabupaten]
[7] [Penerj. Regulasi tentang administrasi polisi dan penegakan hukum kriminil dan sipil bagi pribumi Hindia Belanda]
[8] [Penerj. Pengadilan Tinggi]
[9] [Penerj. = persetujuan]
[10] Sekitar 10 sen.
[11] I, hal. 107
[12] Ind. Financiën, Nieuwe Reeks VI, hal. 123.